Lim Xiao Ming
Oleh: Dahlan Iskan
Tahlilan itu diadakan di Masjid Cheng Ho Surabaya –masjid pertama di Indonesia dengan arsitektur Tiongkok. Yang meninggal tadi memang salah satu pengurus masjid Cheng Ho. Di masjid itu pula Lim Xiao Ming menyatakan diri menjadi mualaf.
Nama Indonesianya: Herman Halim. Seminggu sebelum meninggal saya masih makan siang bersamanya. Ramai-ramai. Bersama tokoh-tokoh Tionghoa dari perkumpulan Fuqing. Yakni mereka yang punya leluhur di kabupaten Fuqing, provinsi Fujian.
Hari itu perkumpulan pemuda/pemudi Fuqing berkumpul di Surabaya. Dari seluruh Indonesia.
Tokoh-tokoh seniornya ikut hadir: Alim Markus –"Cintailah Produk-produk Indonesia"–, Wencin Si raja emas, Mingky dari Ming Garden, pabrik baja, dan banyak lagi.
Saya diminta jadi pembicara di forum itu. Lalu tokoh-tokoh tersebut meninggalkan forum: makan siang di sebuah restoran Tionghoa yang terkenal dengan menu pao yu-nya: Kapin.
Saya tidak menyangka Herman Halim meninggal seminggu kemudian. Di Singapura.
Ia memang ke Singapura. Ingin ke dokter. Akan tetapi bukan untuk berobat. Hanya check up. Bersama istri sambungnya. Sudah tiga tahun mereka tidak kontrol.
Di Singapura ia terjatuh. Lemas. Terkulai. Meninggal. Usianya 70 tahun.