Lim Xiao Ming

Oleh: Dahlan Iskan

Lim Xiao Ming
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

Tuan rumah juga punya anak sebaya. Lalu berteman. Menjadi satu SMA. Rumah itulah yang mengubah Andrew. Pemiliknya orang dari Sulawesi Selatan. Orang Bugis.

Banyak remaja lain juga suka main di rumah itu. Dari berbagai bangsa.

Hanya Andrew yang Tionghoa –akan tetapi ia sama sekali tidak merasa dibedakan. Bahkan ketika tiba waktunya salat banyak yang berhenti main. Untuk salat. Tanpa ada yang berusaha mengajak Andrew salat.

Mereka tahu Andrew bukan Islam. Juga beberapa teman lainnya.

Setelah selesai salat semua bergabung lagi. Pesta-pesta lagi.

Setahun kemudian, di umur 16 tahun, Andrew memberi tahu temannya: ingin menjadi mualaf. Ia pun mengucapkan kalimat syahadat di satu masjid di Perth.

Ayahnya diberi tahu. Tidak mempersoalkan. "Beberapa tahun kemudian saya ditelepon papa. Papa juga jadi mualaf," ujar Andrew.

"Kapan, pa?" tanya Andrew. "Jumat kemarin," jawab sang papa.

Yang meninggal memang salah satu pengurus masjid Cheng Ho. Di masjid itu pula Lim Xiao Ming menyatakan diri menjadi mualaf. Nama Indonesianya: Herman Halim.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News