Lima Puluhan Pengungsi Pulau Manus Memulai Hidup Baru di AS
Sambil berdiri di dalam sebuah kamar yang hampir kosong, Abdul Ghafar Ghulami membuka resleting tas ranselnya.
Ia mengeluarkan tiga pasang celana, beberapa kaos, beberapa map dokumen dan kamus bahasa Inggris Oxford.
Ia menumpuk benda-benda itu di atas lantai.
"Hanya itu yang saya bawa dari Pulau Manus," katanya sambil membolak-balikkan dan menggoyang ranselnya untuk menunjukkan maksudnya itu.
Setelah menunggu 4 tahun dan 15 hari di Pulau Manus, Abdul tiba di Louisville, Kentucky pekan lalu sebagai salah satu dari 54 pengungsi pertama dari Papua Nugini dan Nauru yang dimukimkan kembali di Amerika Serikat (AS) berdasarkan kesepakatan yang dibuat oleh Pemerintah AS dan Australia.
Barang-barang yang dibawa Abdul adalah salah satu bentuk protes -karena ia marah atas ucapan Menteri Imigrasi Australia, Peter Dutton, bahwa para pengungsi yang meninggalkan Pulau Manus dan Nauru ke AS akan diberi celana 'jins Armani' begitu mereka sampai di negeri Paman Sam tersebut.
"Mengapa Pak Menteri berbohong? Inilah buktinya, inilah hidup saya," katanya sambil menunjuk tumpukan barang-barangnya.
- Upaya Bantu Petani Indonesia Atasi Perubahan Iklim Mendapat Penghargaan
- Dunia Hari Ini: Tanggapan Israel Soal Surat Perintah Penangkapan PM Netanyahu
- Dunia Hari Ini: Warga Thailand yang Dituduh Bunuh 14 Orang Dijatuhi Dihukum Mati
- Biaya Hidup di Australia Makin Mahal, Sejumlah Sekolah Berikan Sarapan Gratis
- Rencana Australia Membatasi Jumlah Pelajar Internasional Belum Tentu Terwujud di Tahun Depan
- Dunia Hari Ini: Konvoi Truk Bantuan Untuk Gaza Dijarah Kelompok Bersenjata