Linda Purnomo: Iptek Harus Menjadi Kekuatan Bangsa
jpnn.com, JAKARTA - Hasil-hasil riset ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) harus jadi kekuatan bangsa. Dengan kemajuan iptek, bangsa ini bisa mensejahterakan rakyat sekaligus mampu mengaplikasikannya untuk kepentingan rakyat.
Demikian disampaikan Wakil Ketua Pansus RUU Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Sisnas Iptek) Linda Purnomo, usai ditetapkan sebagai Pimpinan Pansus di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (29/5/2017).
Iptek kelak bisa dimanfaatkan untuk kepentingan bangsa. Selama ini, Iptek belum menjadi keunggulan dan pondasi dalam membangun bangsa.
“Harapan kita dengan pembahasan RUU ini, Iptek akan menjadi kekuatan bangsa. Iptek juga harus jadi salah satu landasan ketika pembangunan nasional akan dijalankan,” ujar politisi Partai Golkar tersebut.
Di negara-negara lain, Iptek menjadi kekuatan nasional negaranya. Dan Indonesia selama ini belum sepenuhnya menjadikan produk-produk Iptek sebagai landasan pembangunan dan mudah diaplikasikan masyarakat.
Kelak, dengan RUU ini, lembaga-lembaga pendidikan tinggi juga menjadi keniscayaan untuk dibenahi. Semua sisi yang terkait dengan Iptek pasti dibenahi.
“Sekarang perguruan tinggi banyak, tapi aplikasinya ke masyarakat masih kurang. Padahal, dana riset cukup besar di Kemenristekdikti,” ungkap politisi dari dapil Jateng X ini. (adv/jpnn)
Hasil-hasil riset ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) harus jadi kekuatan bangsa. Dengan kemajuan iptek, bangsa ini bisa mensejahterakan rakyat
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- Usulan untuk DPR: Pendidikan tentang Koperasi Diajarkan Mulai dari Sekolah Dasar
- Simpatisan Gelora Laporkan Mardani PKS ke MKD: Dia Selalu Mengolok-olok
- Komisi III Gelar RDPU Soal Misteri Pembunuhan Perantau Minang di Jakarta Timur
- Ini Kesimpulan Raker Komisi II & Menteri Nusron Wahid soal SHGB-SHM di Area Pagar Laut
- Rudianto Lallo DPR Terima Aduan Keluarga Calon Polwan Lasmini Soal Rekrutmen Polri
- RDPU Kasus Pembacokan di Tasikmalaya, Ketua Komisi III DPR Usir Kuasa Hukum Korban