Listrik Atap
Oleh: Dahlan Iskan
.jpeg)
Di saat mendung dan hujan pabrik pindah ke listrik PLN lagi. Dalam kasus ini, PLN hanya dipakai untuk just in case. Enaknya diambil investor, tidak enaknya dipikulkan ke PLN.
Kalau semua pabrik sudah menggunakan panel surya, betapa besar penurunan konsumsi listrik PLN di siang hari.
PLN akan senang-senang saja kalau misalnya, "sumbangan" dari panel surya itu terjadi di malam hari. Khususnya antara pukul 17.00 sampai 22.00.
Pada jam seperti itulah PLN sangat perlu pasokan listrik. Bukan di siang hari. Sayangnya pada jam-jam itu panel surya tidak menghasilkan listrik.
Maka betapa sulitnya PLN dalam menerima penugasan green energy ini. Sampai-sampai investor panel surya mengeluh: PLN tidak mau menerima seluruh listrik yang dihasilkan oleh investor tenaga surya.
PLN kini memang hanya mau menerima tenaga surya 25 persen dari total pemakaian listrik di pabrik itu.
Dengan demikian yang 75 persen tetap menggunakan listrik dari PLN, padahal investor tenaga surya sudah telanjur bertumbuhan.
Mereka datang ke pabrik-pabrik. Mereka membiayai sendiri pemasangan panel surya di atap pabrik itu.
Jangan-jangan ke depan PLN lebih menjadi perusahaan jaringan kabel listrik. Listrik siapa saja boleh lewat di situ. Bayar. Seperti mobil lewat di jalan tol.
- Madinah Kabur
- Analisis Pengamat Soal Ucapan Jokowi Tak Ada yang Berani Kritik Prabowo, Ada Kalimat Sakit Hati
- United E-Motor Merilis Motor Listrik Khusus Ojol dan Kurir, Sanggup Digeber 180 Km
- Teguh Pegang Kebenaran, Hasto Sebut Jokowi Berang, Akhirnya Dikriminalisasi KPK
- Kabar Duka, GM PLN UID Sulselrabar Budiono Meninggal Dunia
- Jokowi Cawe-Cawe di Pilpres 2024, Bukti Datang dari Prabowo