Lomba Kritik Sastra, Semoga Ruang Publik Indonesia Lebih Banyak Puisi Dibanding Hoaks
jpnn.com, JAKARTA - Sejak Pilkada Jakarta 2017, diteruskan hingga Pilpres 2019, ruang publik Indonesia disebut banyak polusi.
Terlalu banyak hoaks, kemarahan, kebencian, pembelahan politik, dan primordialisme agama di ruang publik.
Hal ini diungkapkan sastrawan Denny JA ketika ditanya soal lomba kritik puisi esai yang diselenggarakan oleh Asosiasi Guru Bahasa dan Sastra Indonesia (AGBSI). Lomba itu diumumkan di Pusat Dokumentasi HB Jassin, TIM (4/9-2019).
"Warga negara seolah hanya disibukkan dengan isu kekuasaan. Banyak keluarga, kawan, komunitas yang pecah hanya karena politik," ujar Denny JA.
Menurutnya, ruang publik masyarakat Indonesia perlu diperkaya lagi oleh renungan sastra. Denny kemudian mengutip salah satu ungkapan John F Kennedy.
“Ketika politik menyempitkan perhatian manusia, puisi datang meluaskannya kembali. Ketika kekuasaan mengotori jiwa, puisi membersihkan," tuturnya.
Mewakili AGBSI, Dian Ratri dan Jajang Priyatna menyampaikan latar belakang mengapa asosiasi itu ingin memeriahkan bulan bahasa dengan lomba kritik sastra.
Menurut Dian Ratri, Oktober menampung momen Hari Sumpah Pemuda, dengan Ikrar “Berbahasa Satu, Bahasa Indonesia. Sejak tahun 1960an, sudah pula diperingati menjadi Bulan Bahasa.
Warga negara Indonesia belakangan ini seolah hanya disibukkan dengan isu kekuasaan dan melupakan sastra.
- Mazhab M&Q
- Denny JA Ungkap Alasan Prabowo-Gibran Bisa Menang Satu Putaran di Pilpres 2024
- Kuliah Umum Denny JA di Hari Sumpah Pemuda, Bicara soal Bahaya AI dan Hoaks di Pilpres 2024
- Denny JA: Isu Gibran Dinasti Politik Akan Basi
- Denny JA: Apa Salahnya Capres-Cawapres Usia di Bawah 40 Tahun?
- Denny JA: Politikus Harus Lebih Rileks Menilai Survei Pilpres