Louisa Zais Bawa Inspirasi Surabaya – Melbourne

Louisa Zais Bawa Inspirasi Surabaya – Melbourne
Louisa Zais saat tampil di Shangri-La Surabaya. FOTO : JPNN

jpnn.com, SURABAYA - Setelah sukses menggelar konser kolaborasi orchestra dan gamelan yang menarik perhatian pada 2012 silam, nama musisi berbakat asal Surabaya Louisa Zais seolah hilang bak ditelan bumi. Namun, enam tahun berselang, Louisa yang saat kecil dijuluki musisi ajaib itu, kembali lagi.

Ternyata, selama “menghilang”, Louisa memutuskan untuk tinggal sementara di Melbourne, Australia. Yang membanggakan, di sana dara kelahiran 9 April 1990 itu bukan menuntut ilmu, melainkan menularkan ilmunya dengan dipercaya menjadi mentor di salah satu studio musik ternama di sana. Yakni Studio 705 yang berada di dalam Universal School of Music Australia.

”Di situ saya dipercaya menjadi song writer, music producer, dan mentor,” katanya saat ditemui usai perform di Shangri-La  Surabaya tadi siang.

Louisa hadir lewat single terbarunya yang berjudul 2915 Miles. Lagu itu terinspirasi dari kisah long distance relationship (LDR) sang Adik yang berujung pada pernikahan. ”Karena mempertahankan hubungan dalam jangka waktu lama dengan status LDR itu sangat berat. Jadi, 2915 itu adalah jarak dari Surabaya – Melbourne,” katanya.

Menariknya, dalam setiap komposisi yang dia luncurkan, Louisa tak lupa menyelipkan sentuhan Indonesia. Termasuk di lagu terbarunya kali ini yang memasukkan unsur gamelan. Di komposisi sebelumnya, seperti I Am Dreaming dan Christmast Miracle, musisi yang pernah meluncurkan mini album pada 2017 lalu itu juga memasukkan unsur tradisional. Seperti gamelan bali, seruling Sunda, dan beberapa instrument lain.

Hal yang sama dia lakukan saat mengajar. Kepada murid-muridnya yang kebanyakan bule, Louisa mencoba mengenalkan Indonesia. ”Dan mereka tertarik sekali. Mereka makin penasaran dengan apa itu gamelan,” jelas Louisa yang kini lebih dikenal dengan nama Louisa Ribbonacci.

Dalam setiap lagunya juga, Louisa banyak menyampaikan pesan tentang kepercayadirian, insecurity, dan antibullying terutama kepada kaum hawa.

Ke depannya, Louisa masih akan berkarir di Australia dan beberapa negara lain. ”Tujuan saya bukan untuk terkenal, tetapi membantu banyak orang lain menebarkan cinta kasih. Serta, yang paling penting, saya ingin mengenalkan Indonesia yang ramah dan berprestasi kepada masyarakat luar,” jelas sosok yang pernah menekuni profesi desainer itu.  (JPNN/pda)


Menariknya, dalam setiap komposisi yang dia luncurkan, Louisa tak lupa menyelipkan sentuhan Indonesia.


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News