Lufita Lu
Oleh Dahlan Iskan
Teman-temannya menyalahkannya. Kok tidak mau mendaftar ke universitas. Padahal semua tahu: Fita anak pandai. Bahkan bahasa Inggrisnya terbaik di sekolahnya.
Fita memilih sekolah yang ada beasiswanya. Mendaftarlah ke ITCC. Yayasan yang saya pimpin itu.
Dua tahun Fita belajar bahasa Mandarin di Surabaya. Cepat sekali bisa. Sampai berijasah D2.
Sebelum ke Chongqing pun Fita sudah berani jadi penerjemah. Di proyek jalan tol Kertosono. Agar bisa mendapat penghasilan.
Lalu Fita berangkat ke Chongqing. Mendapat bea siswa dari ITCC. Menjadi mahasiswi berjilbab di Tiongkok. Fita diberi nama Tionghoa: Lu Yi He.
Prestasi di kampusnya menonjol. Sebelum wisuda pun sudah mendapat pekerjaan. Tinggal pilih.
Fita memilih di perusahaan smelter aluminium. Di Kalbar. Dua jam naik mobil dari Ketapang. Tiap dua bulan Fita mendapat libur panjang. Dua minggu. Disertai tiket pesawat Ketapang-Pontianak-Surabaya pulang pergi.
Setiap libur Fita pulang ke Kediri. Menengok ibunya. Yang hidup sendiri. Menemani ibunya. Di sebuah kamar kos-kosan di kota.