Maaf Adalah Sumber Persatuan

Oleh Muhaimin Iskandar*

Maaf Adalah Sumber Persatuan
Maaf Adalah Sumber Persatuan

"Sultan manakah yang memiliki istana itu, Tuhanku?" tanya orang pertama tadi. "Milik seorang nabikah? Atau seseorang yang telah gugur di jalan-Mu?" Allah lalu berfirman, "Istana itu milik orang yang sanggup membayar harga dari istana tersebut." "Wahai Tuhanku, siapakah dia?" "Engkau pun bisa memilikinya?" "Bagaimana caranya, wahai Tuhanku?" "Dengan kata maafmu kepada saudaramu itu," kata Allah.

Maka, berkatalah orang yang hendak menuntut balasan atas saudaranya itu, "Wahai Tuhanku, hamba telah memaafkannya. Hamba mengampuni kesalahannya." Kemudian Allah pun berfirman, "Peganglah tangan saudaramu itu dan masuklah kalian berdua ke surga."

Maaf dan memaafkan adalah kunci persahabatan, kunci persaudaraan, kunci persatuan, dan kunci kesuksesan. Bangsa yang besar adalah bangsa yang bisa memaafkan kesalahan-kesalahan masa lalunya. Dengan memaafkan, kekuatan yang tadinya tidak bisa bersatu akan dapat dipersatukan sehingga potensi bangsa menjadi lebih besar.

Sudah menjadi rahasia, di antara para pendiri republik ini, seperti Soekarno, Moh. Hatta, Syahrir, dan sebagainya, terdapat banyak perbedaan dan kerap saling serang. Masing-masing memiliki pendapat bagaimana cara Indonesia merdeka. Bahkan, Soekarno dan Hatta pernah diculik dan dipaksa mempro­klamasikan kemerdekaan. Para pemuda seperti Sukarni yang menculik mereka akhirnya meminta maaf. Soekarno dan Hatta memaafkannya. Tanpa saling memaafkan, tak akan ada persatuan. Tanpa persatuan, tak akan ada kemerdekaan.

Kita membutuhkan semangat yang sama untuk menghadapi tantangan di abad ini. Ada terlalu banyak bukti di mana kita kehilangan potensi persatuan hanya karena tidak mampu menerima perbedaan. Adanya bom dan ancaman terhadap kelompok masyarakat tertentu, baik karena perbedaan keyakinan maupun cara ritual, salah satu contoh yang sering kita saksikan. Mereka adalah potensi-potensi bangsa yang kalau disatukan akan memperbesar kekuatan bangsa kita.

Pelaku bom seperti yang kita saksikan di Wihara Ekayana, Jakarta Barat, beberapa hari lalu adalah kelompok masyarakat yang tidak bisa memaafkan dan menerima perbedaan. Begitu pula para pelaku bom sebelum-sebelumnya. Bukan itu saja, setiap bom yang muncul menerbitkan kecurigaan satu sama lain dan ini menjadi bibit baru untuk menjauhkan semangat saling memaafkan.

Maaf dan memaafkan adalah sumber kekuatan sebuah bangsa untuk menjadi besar, kuat, dan disegani bangsa lain. Kita membutuhkan lebih banyak lagi dibanding para pendahulu kita untuk saling memaafkan karena tantangan zaman yang kita hadapi jauh lebih berat. Di Hari Idul Fitri kali ini, akan sangat besar maknanya kalau kita menjadikannya sebagai titik tolak baru, membangun semangat saling memaafkan di masa-masa yang akan datang. Izinkan saya memulainya dengan mengucapkan selamat Hari Raya Idul Fitri serta mohon maaf lahir dan batin. (*)

*Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Ketua Umum DPP PKB


ALLAHU Akbar Walillahilhamd Taqobalallahu minna wa minkum, minal 'aidin wal faizin, mohon maaf lahir batin, adalah ucapan yang selalu disampaikan


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News