Mafia Pajak Kepung Bogor
Jumat, 31 Mei 2013 – 08:13 WIB
Modus lainnya, penggunaan jenis pajak tidak sesuai dengan jenis objeknya. Tempat hiburan malam dikenakan tarif pajak restoran yang hanya sekitar 10 persen. Padahal, bila dikenakan pajak hiburan minimal 30 persen dari omset.
Lain lagi dengan salah satu karaoke yang berlokasi di Plaza Ekalokasari. Selain menyusutkan omsetnya, karaoke milik penyanyi dangdut beken itu mengenakan pajak dengan tarif sesuka hati, hanya 20 persen. Padahal, Perda Nomor 11 Tahun 2011 menetapkan pajak hiburan mininal 30 persen.
Imbas dari berbagai modus itu, PAD kota berslogan Beriman ini terbilang rendah dibandingkan potensi logisnya. Pada 2012, sepanjang tahun dari Januari – Februari hanya terhimpun sekitar Rp300 miliar. Bila setahun jumlahnya sebesar itu, berarti dalam sehari hanya Rp821 juta. Bila dibagi jumlah penduduk sekitar satu juta jiwa, berarti hanya terhimpun Rp821 dari setiap warga dalam sehari. Logiskah"
“Parkir kena pajak, makan kena pajak, menginap di hotel kena pajak, berwisata kena pajak. Rasanya saya bayar pajak dalam sehari lebih dari delapan ratus rupiah deh,” kata Aldi (23), warga Cimanggu.
BOGOR– Kota Bogor ternyata sudah lama menjadi bulan-bulanan para mafia pajak. Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Jawa Barat terkait penyimpangan
BERITA TERKAIT
- Gerakan Guna Ulang Jakarta, Edukasi Mengurangi Pemakaian Plastik Sekali Pakai
- Fasilitas Makin Lengkap, Triboon Hub Tambah 2 Resto Baru di Jakarta
- Durasi Pemadaman Lampu Program Earth Hour Terlalu Singkat
- Di Tengah Sosialisasi Tupoksi kepada Warga, MKD DPR RI Singgung Pelat Nomor Khusus
- Tjahjo Kumolo Meninggal Dunia, Warga Bekasi Diminta Kibarkan Bendera Setengah Tiang
- Anies Bangun Kampung Gembira Gembrong dengan Dana Rp 7,8 Miliar dari Infak Salat Id di JIS