Mahasiswa Indonesia Menyambut Pelonggaran Pembatasan Jam Kerja di Australia Meski Masih Butuh Dukungan Lebih

Mahasiswa Indonesia Menyambut Pelonggaran Pembatasan Jam Kerja di Australia Meski Masih Butuh Dukungan Lebih
Mahasiswa internasional di Australia untuk sementara diperbolehkan bekerja melebihi 40 jam per minggunya. (Photo: Unsplash.com)

“Pekerjaan yang ada saya lihat sih banyak namun juga kebanyakan untuk akhir pekan," kata mahasiswi yang bekerja sebagai pengantar makanan di sebuah pub tersebut.

“Saya sebenarnya perlu pekerjaan di dapur yang resmi yang membayar pajak sebagai bagian dari studi, namun saya kerja ini dulu sambil mencari kesempatan,” katanya.

Menurut Elga, statusnya sebagai pekerja lepas atau 'casual', yang tidak memiliki jam tetap dan hanya dipanggil  ketika diperlukan oleh tempat kerjanya juga menimbulkan masalah bagi mahasiswi seperti dirinya sendiri.

“Sebelumnya kadang jam kerja saya yang panjang dihapus begitu saja karena keterbatasan jam kerja. Kadang bisa dapat 20 jam lebih kemudian dipotong tiba-tiba sehingga akhirnya cuma kerja 8-10 jam," katanya.

"Tidak ada jaminan kepastian sebagai 'casual' [pekerja lepas]."

Pemberian bagi mahasiswa internasional 'terlalu sedikit dan terlambat'

Walau pada umumnya reaksi positif dari mahasiswa internasional muncul atas keputusan pemerintah Australia tersebut, Presiden Dewan Mahasiswa Internasional Australia (CISA) Belle Lim kurang sependapat.

Menurutnya, apa yang dilakukan pemerintah ini "terlalu sedikit dan terlambat".

Belle mengatakan kurangnya bantuan yang diberikan kepada mahasiswa internasional selama setahun terakhir selama pandemi menunjukkan bahwa "mahasiswa internasional tidak dihargai oleh pemerintah”.

Dengan perbatasan internasional kemungkinan baru akan dibuka di pertengahan tahun 2022, pemerintah Australia mengeluarkan pelonggaran bagi mahasiswa internasional untuk bisa bekerja selama lebih dari 40 jam seminggu

Sumber ABC Indonesia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News