Mahasiswa Internasional Tidak Adanya Kepastian dari Pemerintah Australia

Mahasiswa Internasional Tidak Adanya Kepastian dari Pemerintah Australia
Mahasiswi Melbourne University asal Jakarta, Trisha Ramadhania, mengaku sering merasa terisolasi sejak menjalani kuliah online selama setahun. (Supplied)

Kuliah subuh dan mati lampu

Data dari Kementerian Dalam Negeri menunjukkan hampir 39.400 visa pelajar internasional diterbitkan antara 1 Juli 2020 dan 30 April 2021, meskipun Australia sedang menutup perbatasannya bagi semua pendatang yang bukan warga negara atau penduduk tetap.

Pemerintah memutuskan akan menutup perbatasan hingga pertengahan tahun 2022, namun khusus mahasiswa asing akan diterima kembali secara bertahap mulai akhir tahun ini.

Hingga saat itu, para mahasiswa ini harus tetap membayar biaya kuliah untuk melanjutkan kuliah mereka secara daring, tanpa mengetahui secara pasti kapan mereka bisa kembali ke kampus.

Ketika Rahul Gupta diterima untuk kuliah di sebuah universitas di Queensland awal tahun lalu, agennya menyampaikan perbatasan Australia akan dibuka kembali paling lambat Maret 2021.

Rahul pun mulai kuliah S1 di jurusan Teknologi Informasi secara online dari rumahnya di New Delhi sejak bulan November 2020.

Kini sudah enam bulan berlalu, ditambah lagi faktor perbedaan waktu empat jam, menyebabkan Rahul harus bangun subuh agar bisa ikut kuliah pertama jam 9 pagi waktu Australia atau sekitar jam 5 pagi waktu India.

"Kadang mati lampu, dan komputer saya kehabisan baterai," katanya kepada ABC.

Rahul yang kuliah di Griffith University menyebutkan kampusnya menawarkan konseling dan dukungan keuangan, namun hal itu tak cukup untuk menutupi stress akibat belajar jarak jauh dan hilangnya pengalaman kuliah di kampus.

Sempat pulang ke Jakarta, Trisha Ramadhania tak pernah menyangka harus menjalani lebih dari separuh masa kuliahnya di perguruan tinggi Australia secara online

Sumber ABC Indonesia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News