Makam Keramat, Jelang Pilkada Ramai Didatangi Para Kandidat
Kompleks jere Kulaba memiliki luas sekitar 6x6 meter. Areal kompleks dikelilingi tembok setinggi 2 meter lebih. Terdapat sebuah pintu gerbang yang harus dilewati peziarah untuk masuk ke dalam areal makam. Begitu tiba di gerbang, peziarah wajib melepaskan alas kaki dan mengucapkan salam sebelum melangkahkan kaki masuk.
Selanjutnya, ritual ziarah seperti menaburkan daun pandan dan berdoa dapat dilakukan. Jika berziarah dengan tujuan hajat tertentu, maka harus didampingi petugas syara’ yang memimpin pembacaan doa.
Kondisi jere Kulaba sendiri boleh dibilang masih sangat baik. Jere itu masih tampak terawat jika dibandingkan dengan kondisi jere-jere lain di Kota Ternate. Fasilitas berupa bangunan untuk tempat petugas syara’ menunggu pun bisa dibilang baik. Ada pula ruang khusus yang digunakan untuk beribadah. Bangunan yang terletak persis di depan kompleks jere itu dibangun oleh salah seorang peziarah keturunan Tionghoa.
Pada bangunan tersebut juga diletakkan sebuah kotak amal. Meski begitu, peziarah tak diwajibkan membayar sepeser pun ketika menziarahi jere Kulaba. Kotak amal diperuntukkan bagi mereka yang bersedia menyumbang saja.
“Kotak amal itu baru dibuka setahun sekali. Tiap kali dibuka, jumlahnya mencapai puluhan juta rupiah. Paling rendah Rp 15 jutaan. Uang itu digunakan untuk membangun masjid dan kegiatan sosial lain,” tutur Imam Kulaba, Hi. Abdulrahman Ali, kepada Malut Post belum lama ini.
Di dalam kompleks makam terdapat empat buah makam ukuran orang dewasa. Semua makam tersebut berbentuk sederhana, hanya berupa gundukan tanah yang dikelilingi batu dan dipenuhi irisan daun pandan. Nisan-nisannya berupa potongan batu hitam. Menariknya, salah satu makam memiliki nisan dengan tinggi mencapai 170 sentimeter.
Konon, makam tersebut merupakan makam utama di areal jere Kulaba, sementara tiga lainnya adalah makam pendamping. “Untuk mengetahui apakah sebuah makam itu adalah jere atau bukan, kita ambil sebotol air laut lalu diinapkan semalam di samping makam. Tentu ada orang yang menjaganya agar air itu tidak ditukar. Keesokan harinya, apabila air laut tersebut rasanya tawar, maka artinya nisan itu karamat (keramat, red),” ungkap Abdulrahman.
Oleh warga, tingginya batu nisan makam utama dipercaya lantaran sifatnya yang ‘bertumbuh sendiri’ atau selalu bertambah tinggi dengan sendirinya. Sekitar 20 tahun silam, nisan tersebut tertembak pemburu dan patah. Sejak saat itu, batu nisan tersebut tak lagi ‘tumbuh’. Ketika patah, warga setempat berupaya menyambung nisan keramat itu.
- Rumah Musik Harry Roesli, Tempat Berkesenian Penuh Kenangan yang Akan Berpindah Tangan
- Batik Rifaiyah Batang, Karya Seni Luhur yang Kini Terancam Punah
- 28 November, Masyarakat Timor Leste Rayakan Kemerdekaan dari Penjajahan Portugis
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara