Makam Keramat, Jelang Pilkada Ramai Didatangi Para Kandidat
Namun puluhan warga secara bersamaan tak mampu mengangkat patahan nisan yang berukuran tak seberapa itu. Salah seorang tokoh agama Kulaba kemudian berhasil mengangkatnya. Oleh warga, nisan yang patah itu kemudian disambung menggunakan campuran semen. Bekas patahannya masih nampak hingga saat ini. “Pemburu yang tak sengaja menembaki nisan itu meninggal dunia pada hari itu juga,” tutur Abdulrahman.
Ada pula kepercayaan lain yang diyakini masyarakat setempat, yakni pintu gerbang jere harus dibuka 1x24 jam pada hari Senin, Kamis, Jumat, dan pada malam Lailatul Qadar. Kepercayaan ini telah menjadi tradisi yang disakralkan bagi warga lokal. Jika hal tersebut dilanggar, maka kelurahan akan mendapat musibah. “Pada hari-hari tersebut, dipercayai mereka (sang empunya makam, red) akan keluar. Jadi pintunya harus selalu dibuka,” kata Abdulrahman.
Sudah menjadi hal lazim di Kota Ternate, bahwa identitas orang yang dikuburkan di sebuah jere sama misteriusnya dengan keberadaan jere itu sendiri. Tak jarang, untuk mengetahui siapa sang empunya jere, kerap digunakan cara-cara mistis yang sulit diterima akal sehat untuk mencari tahu. Begitu pula yang dialami jere Kulaba.
Selain tak diketahui secara pasti awal mula keberadaannya, identitas pemilik makam pun enggan disebutkan oleh para penduduk. Alasannya, nama pemilik jere mengandung nilai yang sakral dan keramat sehingga penyebutan secara sembarangan akan berakibat tulah.
Namun Abdulrahman menuturkan kisah yang diceritakan turun temurun oleh para tetua di kampung tersebut yang menyatakan bahwa pemilik makam adalah seseorang berilmu agama tinggi yang berasal dari Tanah Arab. Konon, pada zaman dahulu, seorang pria lokal yang tengah mengambil garam di laut melihat sebuah kapal berukuran raksasa tengah berlayar menuju Pantai Kulaba.
Ketakutan, pria tersebut bersembunyi dan mengintip. Semakin mendekati pantai, ukuran kapal berubah menjadi semakin mengecil hingga akhirnya hanya berupa sebuah perahu. Pria itu lantas mendekati perahu yang kemudian berubah menjadi seorang lelaki yang tengah menaiki selembar sajadah.
“Orang itu kemudian ditanyai dari mana asalnya, ia menyebutnya dari tanah suci. Pria yang mengambil garam ini lalu bertanya bagaimana caranya agar ia juga memiliki ilmu agama yang tinggi, sementara dirinya tak pernah mengenyam pendidikan apapun. Oleh orang suci itu, si pria lokal kemudian diludahi mulutnya. Seketika, pria lokal ini pun menguasai ilmu agama yang tinggi pula,” kisahnya.
Lantaran ketokohannya, makam pria lokal yang kemudian diketahui bernama Fakirudin itu juga disakralkan oleh penduduk setempat. Makam tersebut terletak lebih dekat ke jalan raya kelurahan, sehingga rata-rata peziarah biasanya mampir ke makam tersebut sebelum mengunjungi jere Kulaba.
- Rumah Musik Harry Roesli, Tempat Berkesenian Penuh Kenangan yang Akan Berpindah Tangan
- Batik Rifaiyah Batang, Karya Seni Luhur yang Kini Terancam Punah
- 28 November, Masyarakat Timor Leste Rayakan Kemerdekaan dari Penjajahan Portugis
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara