Makin Buruk, Wajah Penegakan Hukum Indonesia
Oleh: Prof Tjipta Lesmana
Kok bisa seorang jaksa eselon IV, dibantu seorang pengacara perempuan, mengatur siasat hukum secara detail untuk membebaskan terpidana Djoko Tjandra dari jeratan hukuman Mahkamah Agung? “Hanya jaksa bodoh yang mau melepaskan Djoko Tjandra dari jeratan hukum yang sudah inkrah dari Mahkamah Agung,” kata Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin emosional tahun lalu sebelum Pinangki diadili.
Kejaksaan Agung sulit melawan opini publik yang mencoreng nama baik instansi penegak hukum ini.
Memang, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin pernah membantah keras menerima laporan dari Pinangki tentang pertemuannya dengan Djoko Tjandra di Malaysia.
Sekaligus membantah pernah melakukan video call dengan Pinangki setelah Djoko Tjandra membayar 100 juta dolar Amerika Serikat terkait kepengurusan fatwa.
Informasi tersebut tertuang jelas dalam pemberitaan Majalah Tempo edisi 22 Agustus 2020.
Jaksa Agung ketika itu bicara keras, "Soal uang, saya sama sekali enggak tahu.”
Saat pertemuan Pinangki dan Djoko Tjandra berlangsung, Djoko berstatus buronan Kejaksaan Agung (untuk melaksanakan hukuman MA).
Di persidangan, Pinangki mengaku sembilan kali bertemu dengan Djoko di Malaysia.
Prof Tjipta Lesmana memandang wajah penegakan hukum Indonesia makin buruk. Berikut analisisnya.
- Ko Apex Dituntut 6 Tahun Penjara Akibat Kasus Pemalsuan Dokumen Kapal
- Bebas dari Penjara, Lina Mukherjee Ungkap Kebaikan Dinar Candy
- Kekasih Dinar Candy, Ko Apex Dituntut 6 Tahun Penjara
- Margarito Kamis Tekankan Kepemimpinan Dalam Penegakan Hukum
- Jokowi Seharusnya Tidak Memanfaatkan Prabowo Demi Kepentingan Politik Pribadi
- Bea Cukai dan Pemda Bersinergi Menegakkan Hukum di Bidang Cukai Lewat Kegiatan Ini