Malala

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Malala
Pejuang Taliban menguasai istana kepresidenan Afghanistan setelah Presiden Ashraf Ghani melarikan diri dari negara itu. Foto: Zabi Karimi/ AP - Aljazeera

Pada Oktober 2013, Parlemen Eropa menganugerahi Malala penghargaan "Sakharov untuk Kebebasan Berpikir" sebagai pengakuan atas karya dan keberaniannya. Pada Oktober 2014, Malala menjadi orang termuda yang menerima Hadiah Nobel Perdamaian pada usia 17.

Pada April 2017, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres menunjuk Malala sebagai Utusan Perdamaian PBB untuk mempromosikan pendidikan anak perempuan.

Dia juga diberi kewarganegaraan kehormatan Kanada pada April 2017. Dia adalah orang keenam dan termuda dalam sejarah yang menerima kehormatan tersebut.

Publikasi pers Barat mengenai tragedi Malala mulai bermunculan lagi setelah pasukan Taliban menguasai Afghanistan dan sekarang sudah memasuki ibu kota Kabul yang sudah ditinggalkan pasukan Amerika Serikat, NATO, dan Australia.

Taliban kembali berkuasa di Afghanistan sebagaimana pada 1996 sampai 2001, ketika pasukan Mullah Umar menguasai Afghanistan usai jatuhnya rezim komunis di bawah Mohammad Najibullah yang didukung Uni Soviet.

Pasukan Amerika kemudian menyerbu Afghanistan pada 2001 dan menjatuhkan pemerintahan Taliban. Pemerintahan baru didirikan dan dijaga oleh pasukan Amerika, NATO, dan Australia.

Selama 20 tahun menjadi pasukan pendudukan di Afghanistan membuat Amerika kelelahan juga.

Setelah Joe Biden menjadi presiden pada 2020, diputuskan untuk menarik kekuatan militer dari Afghanistan. Hal ini membuat pemerintahan Kabul goyah dan pasukan Taliban berhasil merebut daerah-darah kunci.

Kembalinya rezim Taliban langsung dikaitkan dengan fundamentalisme Islam, terutama soal pemberangusan peran wanita.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News