Manajemen Freeport Arogan, Papua Bergolak
Kamis, 10 November 2011 – 04:04 WIB
JAKARTA - Gonjang ganjing di Freeport belakangan ini turut mengundang Masyarakat Pertambangan Indonesia (MPI) angkat suara. Melalui Ketua Presidiumnya, Herman Afif Kusumo, MPI menilai management PT Freeport Indonesia yang diuntungkan oleh kontrak karya menjadi sumber masalah di sana.
"Bahkan problem kontrak karya ini memberi dampak luas menjadi permasalahan sosial, politik dan keamanan di Papua. Itu karena manajemen Freeport sendiri yang arogan," ujar Herman Afif, Rabu (9/11) di Jakarta.
Diterangkannya, masalah Papua berawal dari masuknya Freeport ke Indonesia pada tahun 1967 berdasarkan UU No 11 tahun 1967. "Waktu (Freeport) masuk, pintu dibuka lebar-lebar, berbagai kemudahan diberikan. Karena dia melihat cadangan mineral sangat besar, maka sebelum kontrak karya habis, Freeport minta renegosiasi perpanjangan kontrak," ucapnya.
Kontrak karya 30 tahun itu sebenarnya terhitung mulai 1967 hingga 1997, namun pada 1991 atau enam tahun sebelum masa kontrak habis sudah minta perpanjangan. "Celakanya, pejabat yang berkuasa saat itu melayani dengan baik dan memberikan keistimewaan kepada Freeport," katanya.
JAKARTA - Gonjang ganjing di Freeport belakangan ini turut mengundang Masyarakat Pertambangan Indonesia (MPI) angkat suara. Melalui Ketua Presidiumnya,
BERITA TERKAIT
- Gempa M 4,1 Guncang Kota Maumere, Tidak Berpotensi Tsunami
- Wamensos Lakukan Pertemuan dengan PB Semmi, Ternyata Ini yang Dibahas
- Senator Filep Wamafma Apresiasi Pemerintah untuk Prioritaskan Sektor Pendidikan
- Trending di Medsos, #SetaraBerkarya Picu Gelombang Dukungan untuk Penyandang Disabilitas
- Upah Minimum Naik 6,5 Persen, Bukti Presiden Prabowo Memperhatikan Kesejahteraan Buruh
- ITS & BKD Jatim Berkolaborasi, Siapkan AI untuk Tes CPNS