Manajemen Freeport Arogan, Papua Bergolak
Kamis, 10 November 2011 – 04:04 WIB
Beberapa kemudahan yang didapat, kata Herman, di antaranya pengecualian kewajiban divestasi dan besarnya royalti emas yang hanya 1 persen. Lalu ada PP No 20 Tahun 1994 yang menyebut asing boleh menguasai 100 persen saham di bidang pertambangan.
Baca Juga:
"Ini luar biasa, tambang bisa dikuasai asing. Harusnya PP 20 ini dicabut karena tidak berlaku divestasi saham bagi PT Freeport," katanya.
Menurut Herman, kontrak karya itu menjadi lex spesialis bagi Freeport. Lex spesialis itu menjamin agar kontrak mereka memiliki keabsahan terus menerus tanpa dipengaruhi perubahan-perubahan situasi politik. "Orang akhirnya sadar kenapa kontrak itu menjadi lex spesalis, karena waktu itu tidak ada jaminan kalau politik kita stabil," katanya.
Ada klausul yang berbunyi apabila ada peraturan yang menguntungkan untuk isi kontrak karya, Freeport bisa memakainya dan kalau tidak menguntungkan boleh tidak digunakan. "Jadi dari awal kontrak karya itu sudah memanjakan Freeport. Sudah kontraknya bagus, disupport lagi oleh oknum-oknum pejabat Indonesia. Sehingga Freeport lebih tinggi dan lebih berkuasa di republik ini," bebernya.
JAKARTA - Gonjang ganjing di Freeport belakangan ini turut mengundang Masyarakat Pertambangan Indonesia (MPI) angkat suara. Melalui Ketua Presidiumnya,
BERITA TERKAIT
- Indonesia - Australia Masif Menjalin Kerja Sama Bilateral, Anggota DPD RI Lia Istifhama Merespons
- Gempa M 4,1 Guncang Kota Maumere, Tidak Berpotensi Tsunami
- Wamensos Lakukan Pertemuan dengan PB Semmi, Ternyata Ini yang Dibahas
- Senator Filep Wamafma Apresiasi Pemerintah untuk Prioritaskan Sektor Pendidikan
- Trending di Medsos, #SetaraBerkarya Picu Gelombang Dukungan untuk Penyandang Disabilitas
- Upah Minimum Naik 6,5 Persen, Bukti Presiden Prabowo Memperhatikan Kesejahteraan Buruh