Manipulasi Nilai, Antara Realitas Pendidikan dan Pencarian Kebenaran

Manipulasi Nilai, Antara Realitas Pendidikan dan Pencarian Kebenaran
Direktur Perkumpulan Strada dan Mahasiswa Doktoral Filsafat STF Driyarkara Jakarta Odemus Bei Witono. Foto: Dokumentasi pribadi

Anthony de Mello, dalam bukunya “Burung-burung Berkicau”, menyinggung bahwa manusia sering lebih peduli pada ajaran yang menyenangkan atasan daripada mencari kebenaran sejati.

Dalam konteks pendidikan, hal demikian mencerminkan kecenderungan memprioritaskan hasil instan demi menyenangkan pemangku kepentingan dibanding menanamkan nilai-nilai pembelajaran jangka panjang.

Di satu sisi, nilai tinggi mungkin menghindarkan siswa dari trauma sementara akibat kegagalan; di sisi lain, praktik ini menanamkan nilai-nilai manipulatif bertentangan dengan tujuan pendidikan.

Sistem pendidikan kita juga turut berkontribusi pada demam nilai tinggi ini. Dahulu, sekadar menghindari nilai merah sudah cukup membuat siswa dan orang tua lega. Namun, kini batas kelulusan (ketuntasan) yang tinggi menambah beban psikologis.

Guru terpaksa memainkan angka demi menjaga reputasi sekolah dan menjaga semangat belajar siswa. Dalam kondisi ini, sekolah tidak lagi menjadi arena pembentukan karakter dan kompetensi, tetapi lebih menyerupai mesin penghasil angka.

Persoalannya, apakah pendidikan di Indonesia masih berfungsi mencari kebenaran atau hanya sekadar memperkuat struktur formal yang ada? Jika kita terus mengedepankan gengsi atas kebenaran, generasi mendatang hanya akan belajar mengakomodasi kebohongan demi kenyamanan.

Siswa tidak akan belajar menghadapi kegagalan dengan bijak, sementara guru kehilangan kesempatan memotivasi muridnya melalui umpan balik yang jujur.

Tentu saja, ada dilema moral yang kompleks di sini. Memberikan nilai rendah dapat mematahkan semangat siswa dan menimbulkan konflik dengan orang tua. Namun, bukan berarti manipulasi nilai adalah solusi terbaik.

Sistem pendidikan kita turut berkontribusi pada demam nilai tinggi ini. Dahulu, sekadar menghindari nilai merah sudah cukup membuat siswa dan orang tua lega.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News