Mantan Direktur WHO: Kajian Ilmiah Seringkali Dikalahkan Oleh Opini

jpnn.com, JAKARTA - Mantan Direktur Riset Kebijakan dan Kerja Sama Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tikki Pangestu menilai penggunaan bukti ilmiah dalam penyusunan kebijakan kesehatan belum menjadi pertimbangan utama di sebagian besar negara berpendapatan menengah ke bawah.
Kajian ilmiah seringkali dikalahkan oleh opini dan nilai-nilai subjektif lainnya.
"Bahkan ideologi mengalahkan fakta, kebenaran, dan bukti ilmiah,” kata akademisi dari National University of Singapore ini.
Tikki menjelaskan kondisi tersebut terjadi karena tiga alasan. Pertama, kurangnya bukti ilmiah yang mendalam dan relevan. Jika pun ada, jumlahnya terbatas, kurang komprehensif, dan tidak sesuai dengan kebutuhan pembuat kebijakan.
Alasan selanjutnya adalah keterbatasan literasi ilmiah di kalangan para pembuat kebijakan. Menurut Tikki, hal tersebut dikarenakan mereka tidak memiliki latar belakang sains.
Akibatnya, ada kemungkinan, para pemangku kebijakan meremehkan hasil kajian ilmiah dalam merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan.
"Benar kata John Maynard Keynes bahwa hal yang paling tidak disukai politisi ialah terlalu banyak informasi, sehingga pembuatan kebijakan menjadi rumit dan kompleks,” kata Tikki.
Alasan terakhir, Tikki mengatakan tidak semua pembuat kebijakan ingin menghasilkan beleid yang buruk. Bukti ilmiah seharusnya menjadi salah satu sumber yang dipertimbangkan.
Ada kemungkinan para pemangku kebijakan meremehkan hasil kajian ilmiah dalam merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan.
- Adopsi FCTC di RI Dinilai Tak Relevan karena Indonesia Negara Produsen Tembakau
- Misinformasi Tentang Bahaya Rokok Elektronik Terus Meningkat
- Perkembangan Industri Rokok Elektrik Perlu diimbangi Edukasi dan Regulasi
- Beralih ke Produk Tembakau Alternatif Bisa Jadi Opsi Bagi Perokok Konvensional
- Begini Kata Ahli soal Keterkaitan Tembakau Alternatif dengan Peluang Berhenti Merokok
- Perlu Adanya Upaya Promosi Pangan Sehat dalam Penanganan Stunting