Mantan Dirut Krakatau Steel Ditetapkan Sebagai Tersangka Korupsi, Tetapi Tidak Ditahan
Ketut mengatakan nilai kontrak pembangunan pabrik dengan mekanisme terima jadi sesuai dengan kontrak awal, yaitu Rp 4,7 triliun.
Kemudian, proyek pembangunan pabrik tersebut membengkak menjadi Rp 6,9 triliun.
"Kontraktor pemenang dan pelaksana, yaitu MCC CERI konsorsium dengan PT Krakatau Engineering," kata Ketut dalam siaran persnya, Senin (18/7).
Korps Adhyaksa menduga terjadi penyimpangan dalam perencanaan, lelang, kontrak, dan pelaksanaan pembangunan pabrik.
"Hasil pekerjaan BFC (pabrik) saat ini mangkrak karena tidak layak dan tidak dapat dimanfaatkan serta terdapat pekerjaan yang belum selesai dikerjakan," ujar Ketut.
Akibatnya, lanjut dia, negara diperkirakan mengalami kerugian sebesar nilai kontrak Rp 6,9 triliun.
Adapun perbuatan tersangka sebagaimana diatur dan diancam pidana primer, yakni Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Subsider Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Kejaksaan Agung menetapkan tiga lima orang tersangka korupsi pembangunan pabrik blast furnace, satu di antaranya mantan direktur utama Krakatau Steel.
- Bagaimana Menghitung Kerugian Lingkungan Kasus Timah? Guru Besar IPB Jelaskan Begini
- Usut Kasus Tom Lembong, Kejagung Sebut Sudah Periksa 126 Saksi
- KPK Dinilai Perlu Studi ke Kejagung agar Tidak Mudah Kalah di Pengadilan
- Zarof Ricar Belum Menyerahkan Uang ke Majelis Kasasi Ronald Tannur, Tetapi 1 Hakim Pernah Ditemui
- Hakim Pertanyakan Kerugian Negara dalam Kasus PT Timah, Ada yang Tidak Dihitung?
- Golkar Dorong DPR Bentuk Panja untuk Memelototi Kasus Tom Lembong