Mantan Penyortir Barang Bukti Kejahatan Gugat Kantor Kejaksaan

Mantan Penyortir Barang Bukti Kejahatan Gugat Kantor Kejaksaan
Mantan Penyortir Barang Bukti Kejahatan Gugat Kantor Kejaksaan

Namun pengalaman itu sangat traumatis, selesai dari mengerjakan tugas, Paul kerap menarik diri dari teman dan keluarga, nilai-nilai sekolahnya juga menurun dan ia juga menjadi tidak yakin dengan keputusannya.

Paul belakangan didiagnosa mengalami Gangguan Pasca Trauma alias PTSD dan ia memikirkan nasib belasan remaja lain yang bekerja bersamanya yang juga mengalami dampak yang sama.

Salah satu dari mereka diketahui melakukan bunuh diri, sementara satu orang lainnya didakwa melakukan pembunuhan ketika berusia 20 tahun.

"Saya menderita gangguan Hypervigilance atau kewaspadaan yang berlebihan, dan itu berdampak pada semua hubungan dan persahabatan yang saya miliki," kata Paul.

Menurut Paul setelah kelompoknya, masih ada sekelompok anak laki-laki lain yang dibayar untuk melakukan tugas serupa dan ia tidak tahu berapa lama praktek tersebut berlangsung.

Paul kemudian menuliskan kisahnya ke Menteri Utama Victoria, Denis Napthine, tahun lalu, namun keluhannya tidak pernah direspon. Satu-satunya respon yang didapatnya adalah permintaan maaf dari Jaksa Agung Robert Clark yang mengatakan dia menyesal mengetahui pengalaman yang dialaminya.

Namun menurut Paul 'pengalaman ' adalah ketika seseorang bepergian keluar negeri, namun tugas yang dia dibayar untuk melakukannya adalah bentuk pelecehan terhadap anak.  Oleh karenanya dia memutuskan untuk melaporkan Kantor Kejaksaan Victoria ke Komisi Pelecehan Seksual Anak.

"Saya hendak membeberkan kasus ini dan membela diri saya sendiri agar bisa melanjutkan  hidup dengan lebih baik," tegas Paul.

Seorang pria yang ketika remaja pernah dipekerjakan untuk menyortir barang bukti foto-foto kejahatan brutal seperti pemerkosaan, pembunuhan dan mutilasi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News