Mantan Sekjen Depkes Dituntut 4,5 Tahun Penjara
Senin, 14 Maret 2011 – 13:07 WIB
JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) untuk menjatuhkan hukuman pidana selama 4,5 tahun kepada mantan Sekjen Departemen Kesehatan, Sjafii Ahmad. Pada persidangan di Pengadilan Tipikor, Senin (14/3), JPU menyatakan Sjafii terbukti melakukan korupsi proyek pengadaan alat rontgen portable di Dekpes tahun 2007-2008.
"Menuntut, agar majelis Pengadilan Tipikor yang memeriska dan mengadili perkara ini menyatakan Sjafii Ahmad bersalah melakukan korupsi secara berama-sama seperti dalam dakwaan pertama dan kedua," ujar JPU KPK Agus Salim saat membacakan sutrat tuntutan atas Sjafii.
JPU juga mengajukan tuntutan agar Sjafii dihukum denda Rp 100 juta subsidair 6 bulan kurungan dan membayar kerugian negara Rp 780 juta. Namun Sjafii sudah mengembalikan Rp 750 juta ke negara melalui KPK sehingga tinggal membayar sisa Rp 30 juta lagi.
Agus Salim memaparkan, Sjafii Ahmad dalam kurun waktu 2007-2008 terbukti menerima pemberian uang dalam bentuk Mandiri Travellers Cheque (MTC) dan Cek Multi Guna (CMG) BNI sebesar Rp 7,8 miliar dari Komisaris PT Kimia Farma Trading Distribution (KFTD), Budiarto Maliang. Pemberian cek itu terkait dengan proyek pengadaan alat rontgent portabel di Depkes sebanyak 37 unit dengan anggaran Rp 18,5 miliar.
JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) untuk
BERITA TERKAIT
- Ivan yang Suruh Siswa Menggonggong Dapat Kejutan dari Tahanan Polrestabes Surabaya
- Pengukuhan Kepengurusan KWP 2024-2026, Ariawan: Saatnya Bersinergi dan Berkolaborasi
- KPK Dalami Keterlibatan David Glen di Kasus TPPU Abdul Gani Kasuba
- Jaksa Agung ST Burhanuddin Soal Jaksa yang Terlibat Judol Hanya Iseng-Iseng, Astaga!
- Pordasi Era Kepemimpinan Aryo Djojohadikusumo Siap Kirim Atlet ke Olimpiade LA 2028
- Menteri Hukum Lantik Widodo Jadi Dirjen AHU, Tekankan Supremasi Hukum yang Transparan