Manusia Perahu Bengawan Solo di Kanor, Bojonegoro, yang Terancam Punah
Terbiasa Seminggu Penuh Hidup di Atas Air
Kamis, 06 Desember 2012 – 10:32 WIB
Dasim mengungkapkan, profesi nelayan bengawan tersebut diturunkan oleh keluarganya. Ayah lima anak itu menjelaskan, di Kanor, manusia perahu ada sejak zaman kakek buyutnya. "Turun-temurun sudah jadi nelayan seperti ini. Mbah buyut saya juga nelayan di Kanor," katanya.
Bahkan, saudara-saudara mereka juga akhirnya menjadi nelayan di kawasan Kali Jagir dan Kali Sepanjang. "Kalau ada nelayan mencari ikan di sungai di daerah Surabaya, sudah pasti mereka dari Kanor," katanya.
Namun, menurut Dasim, lambat laun kondisi itu berubah. Kultur menggantungkan hidup ke Bengawan Solo belakangan tak diminati lagi oleh anak-anak muda di Kanor. Contohnya di antara lima anak Dasim yang semuanya laki-laki, tak satu pun mau menjadi nelayan seperti dirinya.
Mereka memilih bekerja di pabrik-pabrik di Surabaya. "Saya tentu tak bisa mengekang. Saya bebaskan saja keinginan mereka," ucapnya.
Demikian halnya Marzuki. Dia tak mungkin mewariskan keahliannya menyusuri sungai karena tak punya keturunan.
Di Kanor dan beberapa kawasan lain di Bojonegoro, budaya menjadi "manusia perahu" Bengawan Solo telah turun-temurun diwariskan. Namun,
BERITA TERKAIT
- Setahun Badan Karantina Indonesia, Bayi yang Bertekad Meraksasa demi Menjaga Pertahanan Negara
- Rumah Musik Harry Roesli, Tempat Berkesenian Penuh Kenangan yang Akan Berpindah Tangan
- Batik Rifaiyah Batang, Karya Seni Luhur yang Kini Terancam Punah
- 28 November, Masyarakat Timor Leste Rayakan Kemerdekaan dari Penjajahan Portugis
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala