Mardani PKS Bereaksi Keras Soal Temuan 34 TKA Masuk ke Indonesia Selama PPKM
jpnn.com, JAKARTA - Anggota DPR RI Fraksi PKS Mardani Ali Sera mengkritik keras pemerintah menyusul masuknya 34 tenaga kerja asing (TKA) ke Indonesia selama penerapan PPKM di tanah air.
Menurut dosen Universitas Mercu Buana itu, pemerintah seharusnya konsisten menerapkan PPKM. Misalnya, menghentikan mobilitas orang yang menjadi sumber penularan Covid-19.
"Semua harus konsisten. PPKM bermakna menghentikan mobilitas bagi siapa pun, kecuali yang urgen dan darurat," kata Mardani melalui layanan pesan, Senin (9/8).
Menurut alumnus Universitas Indonesia itu, adanya pergerakan TKA selama PPKM bisa berimbas negatif. Penularan kasus dari luar negeri masih bisa terjadi.
"Jika itu terjadi, rakyat yang harus membayar harganya berupa ekonomi yang tidak jalan karena kasus terus tinggi," tutur Mardani.
Legislator daerah pemilihan DKI Jakarta I itu menyadari 34 TKA yang masuk ke Indonesia mengantungi Izin Tinggal Terbatas (ITAS) seperti yang disampaikan pihak Ditjen Imigrasi.
Namun, Mardani tetap tidak terima alasan ITAS yang memungkinkan TKA bisa bermobilitas di Indonesia. Alasan tersebut justru dinilai dia mencederai keadilan rakyat kecil.
"Alasan ITAS absurd. Jika mereka punya ITAS, WNI lebih kuat punya KTP, tetapi tetap diminta stay at home. Ini kebijakan yang mencederai keadilan publik dan ini sudah kejadian yang berulang. Ada apa dengan pemerintah?" beber dia.
Anggota DPR Fraksi PKS Mardani Ali Sera mengkritik keras pemerintah menyusul masuknya 34 tenaga kerja asing (TKA) ke Indonesia selama penerapan PPKM di tanah air.
- DPR Dukung Penuh Menko Polkam Lindungi Pelajar dari Judi Online
- Cucun Hadiri Kolaborasi Medsos DPR RI dengan Masyarakat Digital di Lembang
- SHP Pemprov Bali Belum Dicoret dari Daftar Aset, Wayan Sudirta DPR Minta Penjabat Gubernur Taati Hukum
- Harapkan Semua Target Prolegnas 2025 Tercapai, Sultan Siap Berkolaborasi dengan DPR dan Pemerintah
- Melly Goeslaw: Revisi UU Hak Cipta Solusi Hadapi Kemajuan Platform Digital
- Komisi III DPR Menghadapi Dilema dalam Memilih Pimpinan dan Dewas KPK, Apa Itu?