Margiono, Selalu Ada Jalan

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Margiono, Selalu Ada Jalan
Margiono. Foto: Dok PWI.

Para botoh menjadi kelas elite sebagai pemilik ayam-ayam aduan yang jagoan. Para botoh juga sekaligus bertindak sebagai petaruh yang menjagokan ayamnya di setiap arena sabung.

Para botoh ini menjadi tokoh yang disegani dan berpengaruh di masyarakat, dan kemudian berkembang menjadi opinion leader atau opinion maker. Para botoh ini kemudian menjadi broker politik yang kuat karena jaringannya yang mengakar.

Wayang merupakan pertunjukan favorit di kalangan masyarakat Tulungagung. Karena itu para dalang mendapatkan posisi sosial yang tinggi dan dihormati.

Dalang-dalang yang terkenal mempunyai status sosial yang elite di kalangan masyarakat.

Margiono mempelajari pedalangan dan menjadi dalang, meskipun tidak profesional.

Sebagaimana masyarakat pedalaman Jawa pada umumnya, warga pedesaan Tulungagung kental dengan praktik spritualisme Jawa.

Islam adalah agama mayoritas yang dianut warga dengan tetap menjalankan ritual mistisisme Jawa dan praktik-praktik kejawen peninggalan Hindu, sehingga melahirkan varian Islam.

Latar belakang budaya itu menjadi identitas Margiono yang kuat. Dengan latar belakang budaya itu Margiono mulai menyusuri kariernya.

Margiono dan kawan-kawan disebut sebagai generasi Kembang Jepun yang menjadi pionir awal kemajuan Jawa Pos.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News