Maria Ressa
Oleh: Dhimam Abror Djuraid
jpnn.com - Penghargaan Nobel Perdamaian 2021 jatuh kepada dua wartawan, Maria Ressa dari Filipina, dan Dmitry Muratov dari Rusia.
Keduanya dianggap layak menerima penghargaan paling bergengsi itu karena kontribusinya dalam menjaga kebebasan pers di Filipina dan Rusia, serta memberi inspirasi bagi upaya perjuangan mempertahankan kebebasan berekspresi di seluruh dunia.
Maria Ressa mendirikan sebuah media online Rappler yang mempunyai pelanggan 4,5 juta orang.
Ia menyajikan berita-berita investigasi yang tajam dan berani dan sangat kritis terhadap pemerintahan Presiden Filipina Rodrigo Duterte, yang dikenal bertangan besi.
Dmitry Muratov mengepalai surat kabar independen Rusia, Novaya Gazeta, yang juga sangat kritis dalam pemberitaannya mengenai berbagai penyelewengan dan kekerasan politik pemerintah Rusia di bawah Vladimir Putin.
Baik Ressa maupun Muratov sama-sama bertaruh nyawa dalam menjalankan tugas jurnalisme yang kritis terhadap kekuasan.
Ressa dan Muratov berkali-kali digugat dan sering mendapatkan ancaman pembunuhan.
Arkady Babchenko, seorang jurnalis yang kritis terhadap Putin ditembak mati di dalam lift di apartemennnya oleh pembunuh gelap.
Haruskah pers di dunia termasuk Indonesia malu kepada Maria Ressa dan Dmitry Muratov?
- Iwakum Desak Polisi Bongkar Kasus Perusakan Mobil Jurnalis
- Tolak Intimidasi, Sahroni Minta Polisi Ungkap Motif Perusakan Mobil Jurnalis Hussein Abri
- Ponco Iwakum Dorong Pendukung SYL yang Menendang Wartawan Dijerat UU Pers
- BP2MI Tingkatkan Kolaborasi dengan Pers untuk Melindungi PMI
- Ketua MPR Bamsoet Ingatkan Pers Bertanggung Jawab Mencerdaskan Kehidupan Bangsa
- Kubu Hasto Merasa Pasal yang Digunakan Polisi Sering Dipakai Kolonialisme