Maria Ressa
Oleh: Dhimam Abror Djuraid
Muratov secara konsisten membela hak jurnalis untuk menulis apa pun yang mereka mau tulis. Berbagai investigasinya membongkar penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh Putin.
Berbagai ancaman diterima Muratov, tetapi ia bergeming dan tetap melakukan liputan investigasi dengan gigih.
Ancaman keselamatan nyawa yang dihadapi Muratov tidak kalah besar dibanding Ressa. Putin adalah mantan komandan KGB, dinas rahasia komunis di bawah Uni Soviet.
Putin memerintah dengan tangan besi, dan tidak segan-segan menghilangkan nyawa pesaing politiknya. Oposan politik yang lari keluar negeri pun dikejar dan dibunuh.
Dalam kondisi demikian, Muratov mengoperasikan medianya dengan independensi tinggi dan profesionalisme yang total. Komite Nobel melihat perjuangan Muratov ini sangat penting dalam upaya menjaga kelangsungan demokrasi di Rusia.
Bagi jurnalis di seluruh dunia, kemenangan Ressa dan Muratov menjadi inspirasi. Kemenangan ini muncul bersamaan dengan dirilisnya hasil investigasi Pandora Papers yang membongkar praktik jahat beberapa elite pemimpin dunia dalam skandal penggelapan pajak.
Dua menteri Indonesia, Luhut Pandjaitan dan Airlangga Hartarto, tercantum dalam laporan Pandora Papers itu.
Bagi jurnalis di Indonesia, kemenangan Ressa dan Muratov menjadi wake up call atau bel alarm supaya bangun dari tidur panjang, dan bangkit untuk menjalankan fungsi sebagai alat kontrol sosial.
Haruskah pers di dunia termasuk Indonesia malu kepada Maria Ressa dan Dmitry Muratov?
- Pj Gubernur Agus Fatoni Terima Anugerah Sahabat Pers Award dari SPS Sumut
- Kaltim Peringkat Kedua Nasional dalam Survei Indeks Kemerdekaan Pers 2024
- Iwakum Desak Polisi Bongkar Kasus Perusakan Mobil Jurnalis
- Tolak Intimidasi, Sahroni Minta Polisi Ungkap Motif Perusakan Mobil Jurnalis Hussein Abri
- Ponco Iwakum Dorong Pendukung SYL yang Menendang Wartawan Dijerat UU Pers
- BP2MI Tingkatkan Kolaborasi dengan Pers untuk Melindungi PMI