Markus Solo Kewuta SVD, Pastor Indonesia yang Jadi Pejabat di Vatikan
Salve! Polisi Italia pun Langsung Memberi Hormat
Perjalanan hidup semasa kecil itu kian meneguhkan jalan hidup Markus untuk berkarya di ladang Tuhan. Dia ingin menjadi pastor agar mencintai dan dicintai banyak orang. Seperti Cor Smit, pater idolanya semasa kecil.
Namun, karya Markus ternyata jauh berbeda dengan Cor Smit. Karyanya pun harus dilakukan di tempat yang begitu jauh dari kaki Gunung Lewotobi di Larantuka. Jauh. Jauh sekali. Seperti penggalan syair lagu rakyat Lamaholot, suku yang mendiami bagian timur Flores: doan kae, doan kae, ole nete doan kae (jauh sudah, jauh sudah, jauh sudah arus membawa)...
Kami bertemu pada sebuah pagi di kaki Tugu Obelisk yang berdiri di tengah-tengah Lapangan Santo Petrus, Vatikan, sejak 1586. Matahari begitu hangat meskipun semilir angin masih terasa sangat dingin di telinga dan cuping hidung.
Hari itu, Sabtu (15/2), Markus Solo Kewuta mengenakan pakaian serbahitam dengan coat panjang. Sebentuk kerah putih, Roman Collar, menyembul, menegaskan identitasnya sebagai pastor di antara ribuan pengunjung alun-alun besar tersebut.
Tubuhnya yang berkulit gelap menjulang setinggi sekitar 180 sentimeter. "Mungkin lebih. Ini mungkin terlalu sering makan keju Eropa," candanya sambil bersalaman. Jabat dua tangannya begitu erat. Tatap mata pastor kelahiran 4 Agustus 1968 itu ramah.
Sejak Juli 2007 Markus bekerja sebagai staf penasihat sri paus pada Dewan Kepausan untuk Dialog Antarumat Beragama (Pontifical Council for Interreligious Dialogue/PCID) di Vatikan. Dia ada di desk Departemen Dialog Umat Katolik dan Muslim di Asia dan Pasifik.
Artinya, sudah nyaris tujuh tahun Markus menjadi “orang dalam” Vatikan. Itu terasa betul saat kami berjalan-jalan menelusuri lorong-lorong negara terkecil di dunia itu. Ya, wawancara siang itu memang tak dituntaskan hanya dengan duduk berhadapan di meja. Kami memutuskan untuk ngobrol sambil menjelajahi sebagian jalanan Vatikan.
Kami berjalan melintasi sisi kanan Basilika Santo Petrus, melewati Domus Sanctae Marthae (Rumah Santa Marta). Bangunan itu sejatinya rumah singgah untuk tamu-tamu Vatikan dan tempat tinggal sementara para kardinal saat konklaf atau pemilihan paus baru. Tapi, Paus Fransiskus memilih tinggal di rumah tersebut saat terpilih tahun lalu. Dia adalah paus pertama dalam seabad lebih yang tidak tinggal di istana kepausan di sisi kiri Basilika.
Romo Markus Solo Kewuta SVD adalah satu-satunya orang Indonesia yang menjadi pejabat di Takhta Suci Vatikan. Wartawan Jawa Pos DOAN WIDHIANDONO menemuinya
- 28 November, Masyarakat Timor Leste Rayakan Kemerdekaan dari Penjajahan Portugis
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara
- MP21 Freeport, Mengubah Lahan Gersang Limbah Tambang Menjadi Gesang
- Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas