Marsinah FM, Radio Perjuangan Komunitas Buruh Perempuan di Cakung
Penyiar Rela Tak Dibayar, Jadi Tempat Curhat Teman
Selasa, 14 Agustus 2012 – 01:09 WIB
Dengan kata lain, sebenarnya pendekatan yang dilakukan Marsinah FM tidak melulu tentang masalah perburuhan yang berkutat pada upah dan lainnya. Melainkan, Marsinah FM lebih banyak membahas perempuan.
"Masalah dalam rumah tangga juga banyak dibahas di sini. Sebab, banyak perempuan yang latar belakang pendidikannya tidak terlalu tinggi kurang paham soal hak-haknya dan tidak sadar jika sebenarnya mengalami penindasan. Baik di tempat kerja maupun di rumah," jelas dia.
Alumnus Universitas Sanata Dharma Jogjakarta itu menerangkan, Marsinah FM mulai siaran akhir Februari silam. Radio yang bisa ditemui pada gelombang 106 FM itu kini memiliki 15 penyiar (semua perempuan), kebanyakan buruh. Radio itu didirikan setelah FBLP ditetapkan sebagai pemenang salah satu lomba antarkomunitas.
Biaya yang dibutuhkan untuk mendirikan dan membeli peralatan siaran mencapai sekitar Rp 20 juta. "Untuk operasional bulanan, kami menghabiskan dana sekitar Rp 800 ribu untuk listrik, internet dan sebagainya," kata dia. "Penyiarnya tidak ada yang dibayar. Semua pengabdian," tambahnya.
Marsinah, pejuang buruh dari Sidoarjo, memang sudah lama tiada. Namun, api perjuangannya hingga kini terus menyala. Salah satunya diwujudkan lewat
BERITA TERKAIT
- Rumah Musik Harry Roesli, Tempat Berkesenian Penuh Kenangan yang Akan Berpindah Tangan
- Batik Rifaiyah Batang, Karya Seni Luhur yang Kini Terancam Punah
- 28 November, Masyarakat Timor Leste Rayakan Kemerdekaan dari Penjajahan Portugis
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara