Mary Astuti, sang Penemu yang Bangga Dijuluki Profesor Tempe
Cemas Karena Petani Sering Terpengaruh Benih Bawaan Tim Sukses
Kamis, 25 Desember 2008 – 02:04 WIB
Pelan tapi pasti, tim pimpinan Mary menyuluh petani. Dia bersyukur, di Nganjuk dan Trenggalek (Jatim), petani bisa panen 2,5 ton per hektare. ’’Produksi kedelai Indonesia sangat jauh tertinggal dari negara lain,’’ katanya.
Sebagai negeri penghasil tempe yang membutuhkan bahan baku kedelai, Mary berharap suatu saat produk kedelai di tanah air bisa menyusul negara produsen utama. Amerika bisa memproduksi 28,7 juta ton per tahun, Kanada (20 juta ton), dan Tiongkok (18 juta ton). ’’Indonesia hanya mampu 800 ribu ton. Padahal, total kebutuhannya 2,2 juta ton per tahun,’’ katanya.
Dengan kenyataan itu, kedelai yang ditemukan Mary dan para peneliti UGM tersebut kemudian dinamakan Malika. ’’Artinya kerajaan. Kami ingin mengembalikan kejayaan kedelai di Indonesia seperti pada masa lampau,’’ tegasnya.
Berdasar penelitiannya, kedelai masuk ke Nusantara berkat jasa para pendeta Buddha asal Tiongkok. ’’Pusatnya memang Tiongkok Utara, lalu menyebar ke mana-mana dibawa para biksu yang vegetarian. Jadi, di lokasi baru, mereka bersosialisasi dengan penduduk dan memberi alternatif makanan selain daging,’’ jelasnya.
Saat krisis finansial global tak jelas kapan ujungnya seperti sekarang, guru besar UGM Prof Dr Mary Astuti kian rajin turun ke pematang. Dia berkampanye
BERITA TERKAIT
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara
- MP21 Freeport, Mengubah Lahan Gersang Limbah Tambang Menjadi Gesang
- Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas
- Kolonel Zainal Khairul: Pak Prabowo Satuan Khusus, Saya Infanteri dari 408