Marzuki Alie Bantah Keputusan Politik dari Pertemuan Bogor
Sebut Taufik Kiemas Sebagai Inisiator Pertemuan
Jumat, 22 Januari 2010 – 13:40 WIB
Disinggung soal pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bahwa kebijakan tidak bisa dikriminalisasi, Marzuki Alie mengaku sependapat dengan hal itu. "Kalau kebijakan itu dikriminalisasi, negara ini pemimpinnya nggak berani lagi mengambil kebijakan. Padahal kebijakan itu menempel pada kewenangan, dimana kewenangannya itu tidak secara tegas kebiajakn itu diatur," tandasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Presiden SBY mengumpulkan para pimpinan lembaga tinggi negara di Istana Bogor, Jabar, Kamis (21/1). Pimpinan lembaga tinggi yang hadir adalah Ketua MPR Taufiq Kiemas, Ketua DPR Marzuki Alie, Ketua DPD Irman Gusman, Ketua MA Harifin Tumpa, Ketua MK Mahfud M.D., Ketua BPK Hadi Purnomo, dan Ketua Komisi Yudisial Busyro Muqoddas.
Tatap muka itu kali pertama dilakukan SBY sejak pelantikannya pada 20 Oktober 2009. Ada 13 isu penting yang dibahas dalam pertemuan tersebut. Salah satunya kesepakatan menjalankan aturan ketatanegaraan berdasar UUD 1945.
SBY menegaskan, sesuai konstitusi, pemerintahan menganut sistem presidensial sehingga tidak mengenal pengajuan mosi tidak percaya yang membuat kabinet jatuh bangun. Ini jelas berbeda dengan sistem pemerintahan parlementer. Presiden juga mengatakan, aturan mengenai impeachment atau pemakzulan juga sudah jelas.
JAKARTA - Ketua DPR RI Marzuki Alie menyatakan bahwa tidak ada keputusan politik dari hasil pertemuan di para Ketua Lembaga Tinggi Negara di Istana
BERITA TERKAIT
- 8 Rekomendasi IAGL–ITB untuk Kemandirian Energi & Minerba, Dany Amrul Dorong Peran Kampus
- BPBD Minta Warga yang Terdampak Pergerakan Tanah di Cianjur Segera Mengungsi
- BKKBN Sebut Program PASTI Telah Beri Manfaat Bagi 17.200 Peserta
- KAI Properti & Rumah BUMN Hadirkan Pelatihan Kewirausahaan untuk Guru di Malang
- BMKG Keluarkan Peringatan Dini Potensi Hujan, Masyarakat Diimbau Waspada
- Bea Cukai dan Polri Bongkar Penyelundupan 389 Kg Sabu-Sabu Jaringan Timur Tengah