Maskapai Asing Siap Menyerbu
jpnn.com - BISNIS penerbangan di masa mendatang menghadapi tantangan berat. Harga bahan bakar avtur yang menjadi komponen biaya terbesar dalam total operating cost terus meningkat. Dari waktu ke waktu, maskapai dipaksa untuk terus menaikkan tarif
Agar bisa bertahan dalam persaingan, strategi bisnis low-cost carrier (LCC) yang agresif mau tak mau harus jadi pilihan. Khususnya bagi maskapai penerbangan yang beroperasi di Indonesia. Sebab, penumpang di Indonesia sangat sensitif terhadap harga. Sayang, hal itu sepertinya kurang disadari oleh para pengambil keputusan di Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
Pengamat kebijakan publik Agus Pambagyo menilai, dengan dilarangnya penjualan tiket murah oleh maskapai penerbangan lokal, pesawat LCC asing bakal menguasai pangsa pasar Indonesia. Kehadiran LCC asing, menurut Agus, tak bisa dicegah oleh Menhub Ignasius Jonan. "Kalau mahal, bisa pesan LCC dari Singapura ke kota-kota besar di Indonesia. Artinya, pangsa pasar kita bisa dikeruk habis," ujar Agus kemarin (10/1).
Agus setuju dengan penerapan tarif batas bawah. Namun, dia mengingatkan kepada Kemenhub bahwa pesawat asing dengan tarif murah siap mengambil penumpang dari Indonesia. "Boleh diberlakukan batas bawah. Tapi, bagaimana menahan LCC dari asing? Kasih jadwal tengah malam?" tanyanya.
Agus menambahkan, negara asing sudah siap memasuki open sky (pasar bebas penerbangan) tahun ini. Dengan hilangnya tiket promosi dan tiket murah, industri penerbangan semakin kehilangan daya saing dengan negara asing. "Yang paling mau adanya open sky itu kan Singapura dan Malaysia. Karena mereka sudah siap industri penerbangannya," jelas dia.
Disodori fakta demikian, Menhub Ignasius Jonan tak mau tahu. Mantan Dirut PT Kereta Api Indonesia (KAI) itu tetap ngotot bahwa tarif penerbangan yang diberlakukan maskapai bertarif rendah atau LCC tidak masuk akal.
Alih-alih mau menengok tren LCC di luar negeri, arek Wonokromo, Surabaya, itu malah membandingkan tiket pesawat LCC dengan tiket kereta eksekutif. "Tiket kereta api kelas eksekutif tidak dikasih makan juga. Jakarta-Surabaya, harga Rp 350 ribu-Rp 450 ribu untuk 9,5 jam. Kalau ada pesawat Jakarta-Denpasar harganya Rp 300 ribu-Rp 400 ribu, apa itu masuk akal?" kata Jonan di Istana Negara Kamis lalu (8/1).
Jika tarif murah tersebut terus diberlakukan, tutur Jonan, maskapai akan merugi karena terus menalangi biaya operasional. "Logis saja. Apa ada orang yang mau nombok terus? Tapi, menurut saya, tidak sehat industrinya," ucapnya.
BISNIS penerbangan di masa mendatang menghadapi tantangan berat. Harga bahan bakar avtur yang menjadi komponen biaya terbesar dalam total operating
- Pertemuan Hangat Menko Airlangga dan Sekjen OECD Mathias Cormann, Ini yang Dibahas
- Rakor Oplah di Sulsel, Plt Dirjen Hortikultura Tekankan Pentingnya Pergerakan Cepat
- PLN Indonesia Power Raih Platinum Rank di Ajang ASRRAT 2024
- Mantap! PNM Raih Penghargaan di Ajang Investor Daily ESG Appreciation Night
- Investasi Pertamina Dinilai Penting untuk Kembangkan Bisnis & Jamin Ketahanan Energi Nasional
- Jelang Nataru 2024, ASDP Resmi Pakai Tiket Online untuk Penyeberangan di Aceh