Masyarakat Adat Turut Kelola Sumber Daya Alam di TN Wasur
jpnn.com, PAPUA - Taman Nasional (TN) Wasur, Papua merupakan salah satu kawasan konservasi yang istimewa karena ada empat suku asli yang bermukim di dalam kawasan tersebut. Kearifan masyarakat adat di TN Wasur terasa sangat kuat dalam upaya ikut mengelola sumber daya alamnya.
“Selain membantu mengelola sumber daya alam, suku asli ini juga menjadi daya tarik wisata,” ujar Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KSDAE KLHK), Wiratno, saat mendampingi Tim Kunjungan Kerja Komisi IV DPR RI yang dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi IV, Michael Wattimena, Senin (30/7).
Kedatangan rombongan mendapat sambutan dua kepala adat yaitu dari suku Kanume dan Marori Men-Gey, diiringi dengan Tari N’Gatsi, tarian adat untuk menyambut tamu agung. Kepala adat hadir sebagai bentuk apresiasi masyarakat adat setempat kepada pemerintah pusat yang telah mengunjungi dan memperhatikan eksistensi mereka.
Taman Nasional Wasur memiliki kekayaan dan keunikan luar biasa secara ekologi, sosial dan budaya yang membentang pada kawasan seluas 413.810 ha. Potensi faunanya tercatat 80 jenis mamalia, dimana 34 spesies telah teridentifikasi dan 32 spesies diantaranya merupakan satwa endemik Papua. TN Wasur juga menjadi surga bagi 403 spesies burung, dengan 74 jenis diantaranya merupakan burung endemik Papua dan 114 spesies termasuk yang dilindungi.
Beberapa jenis anggrek langka diantaranya jenis Yohanes (Dendrobium yohanes), Kelinci (Dendrobium antenatum) dan Bawang (Dendrobium sp.) juga ditemukan dan ditangkar oleh masyarakat asli dengan binaan dari TN Wasur. “Luar biasa TN Wasur dengan keanekaragaman hayatinya. Anggrek langka masih bisa ditemukan dan berhasil ditangkar. Ini (penangkaran anggrek) tentu harus didukung dan terus dibina sehingga species anggrek langka ini tidak punah.”, tegas Agustina Pramestuti, salah satu Anggota Tim Kunjungan Kerja Komisi 4 DPR RI yang gemar dengan tanaman anggrek.
TN Wasur yang terletak di Merauke, kawasan paling timur Indonesia ini merupakan Ramsar Site (Situs Lahan Basah) yang ditetapkan sejak tahun 2006 berperan untuk melindungi kelestarian dan fungsi lahan basah di dunia, serta telah menjadi anggota East Asian Australian Flyway (EAAF) Site Network karena dianggap berperan penting sebagai tempat persinggahan dan tujuan migrasi bagi burung-burung migran.
“Hampir setengah tahun kawasan ini terendam air pada musim hujan dan selebihnya berubah menjadi kering. Padang rumput dan savana tempat merumput kanguru dan rusa berubah menjadi rawa dan kolam, menjadikan kawasan ini kaya dengan keanekaragaman hayati”, ujar Kepala Balai TN Wasur, Donal Hutasoit.
Secara umum jenis vegetasi di dalam kawasan ini merupakan ekosistem hutan, terdiri dari Hutan Dominan Melaleuca spp, Hutan Co-Dominan Melaleuca spp – Eucalyptus spp, Hutan Jarang, Hutan Pantai, Hutan Musim, Hutan Pinggir Sungai, Hutan Bakau, Savana, Padang Rumput, dan Padang Rumput Rawa. Jenis flora yang mendominasi antara lain Melaleuca sp, Acacia Leptocarpa dan Eucalyptus sp. (adv/jpnn)
Selain membantu mengelola sumber daya alam, suku asli ini juga menjadi daya tarik wisata di Taman Nasional Wasur.
- Menteri LH Minta Kepala Daerah Berkomitmen Menuntaskan Permasalahan Sampah
- 5 Persemaian Skala Besar Diresmikan untuk Mendukung Rehabilitasi Hutan dan Lahan
- Komitmen Mengurangi Sampah, PT Godrej Consumer Products Raih Penghargaan KLHK
- Menteri LH Hanif Faisol Terjun Langsung Bersihkan Sampah di Kali Cipinang
- Prabowo Subianto Pecah KLHK jadi 2 Kementerian Berbeda
- Ini Deretan Keberhasilan yang Dicapai KLHK Selama 10 Tahun Dipimpin Menteri Siti Nurbaya