Masyarakat Plural Sebuah Kenyataan
Oleh Romo Odemus Bei Witono, SJ - Rohaniwan dan Direktur Perkumpulan Strada

jpnn.com - Dalam dua puluh tahun terakhir, di dunia kerap terjadi konflik horisontal akibat adanya perbedaan antarkelompok. Kasus-kasus kerusuhan, pembakaran rumah ibadah, dan konflik mayoritas-minoritas kerap terjadi, dan tidak dapat dihindari.
Para pendiri bangsa di berbagai negara tentu tidak berharap terjadi konflik di antara warga negara. Mereka berharap masing-masing negara bertumbuh makin maju, adil, makmur, dan sejahtera.
Banyak kelompok etnis, agama, dan idiologis tinggal dan hidup bersama di dunia. Aneka kelompok melakukan migrasi karena tekanan perang atau kemiskinan.
Kemudian mereka membangun komunitasnya masing-masing di dunia, akibatnya pertumbuhan mereka diikuti dengan bangkitnya aneka idiologi.
Meningkatnya kesadaran hak asasi manusia telah mendorong manusia membentuk kelompok-kelompok menurut identitas mereka.
Hidup bersama dalam masyarakat plural (multireligius dan multibudaya) mau tidak mau menjadi tantangan.
Manusia bersama sesama perlu membangun masyarakat plural melalui hati, pikiran dan tindakan agar komunitas ideal dapat tercapai.
Mengapa demikian? Karena kecenderungan normal, manusia mencoba membuat dunia menurut keinginannya sendiri, yang dipikirkan terbaik.
Manusia bersama sesama perlu membangun masyarakat plural melalui hati, pikiran dan tindakan agar komunitas ideal dapat tercapai.
- Bangun Kedekatan Polisi dan Masyarakat, Polres Siak Gelar Sahur On The Road
- SIF Perkuat Kemampuan Pendidik & Terapis Indonesia untuk Anak-Anak Berkebutuhan Khusus
- Indonesia Cyber Crime Combat Center Hadir untuk Lindungi Masyarakat dari Kejahatan Daring
- Waka MPR Dorong Keterlibatan Aktif Masyarakat dalam Pengembangan Kawasan Cagar Budaya
- Panitia Adhoc MPR dan Aspirasi Suara Masyarakat
- Waka MPR: Pengelolaan Investasi yang Efisien Harus Sejahterahkan Masyarakat