Masyarakat Sipil Sebut Hak Leniensi yang Dimiliki Kejaksaan Tidak Jelas
Sebuah hal yang aneh, jika menuntut bebas, kenapa harus diproses sampai persidangan. “Juga kasus pemelihara landak di Bali. Yang setelah viral baru mendapatkan keadilan,” tambahnya.
Dalam forum yang sama, pakar hukum UGM Zainal Arifin Mochtar menunjukkan kontradiksi yang dilakukan oleh kejaksaan.
“Pada dasarnya seorang jaksa itu bisa menggunakan hukum hati Nurani. Tapi, jika parameternya tidak jelas, berpotensi untuk disalahgunakan,” ujar dia.
Akademisi yang akrab dipanggil Uceng itu kemudian mencontohkan kasus Jaksa Pinangki.
“Bagaimana bisa pertimbangannya itu karena dia seorang ibu blab la dan sebagainya, masih punya anak kecil, lalu kemudian dituntut dengan hukuman yang sederhana. Padahal, di tempat (kasus) lain, disparitas (pertimbangannya) jauh,” terangnya.
Menurutnya, spirit dan pertimbangan yang tidak tepat inilah yang kemudian menjawab fenomena kenapa setelah viral baru bergerak. “Parameter dan pertimbangannya harus benar-benar pas dan bisa diterapkan kepada siapa pun,” katanya. (cuy/jpnn)
Masyarakat sipil menyoroti dan menilai hak leniensi yang dimiliki oleh kejaksaan tidak jelas.
Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan
- Ahli Hukum Pertanyakan Fungsi Intelijen di Kejaksaan
- Soal UU Kejaksaan, Para Pakar Mengkritisi Imunitas Jaksa
- Pakar Hukum Pidana Menilai Pasal Kontroversial di UU Kejaksaan Perlu Dikaji Ulang
- Pakar Hukum Nilai Permenpora 14/2024 Bertentangan dengan Piagam Olimpiade
- Soroti Kasus Timah, Pakar Hukum Sebut Kerugian Ekologis Tak Bisa Jadi Bukti Korupsi
- Pakar Hukum Bandingkan Putusan Terhadap Budi Said dengan Harvey Moeis