Masyarakat Sudah Pintar, Dikotomi Jawa dan non-Jawa Hanya Strategi Elite
jpnn.com - JAKARTA - Ketua Dewan Pakar Partai Golkar Agung Laksono mengatakan banyak masyarakat Indonesia tak memilih calon presiden hanya berdasarkan kedekatan suku, Jawa atau non-Jawa.
Menurutnya, masyarakat kini memilih berdasarkan kredibilitas dan kapabilitas capres sesuai rekam jejak prestasi yang ada.
Selain itu, faktor kejujuran, kesederhanaan, serta keberpihakan terhadap rakyat, terutama rakyat kecil, juga menjadi faktor paling penting.
"Jadi, setiap warga negara Indonesia, baik itu dari Jawa maupun non-Jawa, memiliki hak yang sama untuk bisa menjadi calon presiden," ujar Agung Laksono dalam keterangannya, Sabtu (24/9).
Meski demikian, Agung tetap menyerukan agar para elite politik dan masyarakat menghindari politik identitas.
Menurut dia, dikotomi antara kelompok suku Jawa dan non-Jawa bukan merupakan pendidikan politik yang baik dalam rangka menghormati kebinekaan serta memperkukuh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Dikotomi Jawa dan non-Jawa biasanya dijadikan strategi kampanye untuk meraih suara, mengingat jumlah pemilih di Jawa sangat besar," ucapnya.
Dia juga menilai undang-undang telah mengisyaratkan melalui berbagai syarat capres dan calon wakil presiden (cawapres) yang sama sekali tidak memuat terkait kesukuan tertentu.
Masyarakat Indonesia sudah banyak yang pintar, dikotomi Jawa dan non-Jawa hanya strategi elite.
- Hadiri Senam Partai 60lkar, Richard Moertidjaya Ajak Masyarakat Terapkan Gaya Hidup Sehat
- Legislator Golkar Berharap Indonesia Lepas dari Middle Income Trap Lewat Hilirisasi Nikel
- Simak, Bahlil Buka-bukaan Soal Golkar Dapat Jatah 8 Menteri
- Bahlil Lahadalia Resmi Bergelar Doktor, Sarmuji: Berdampak Positif Bagi Kepemimpinan di Golkar
- Perekonomian Kendal Meningkat, Pengamat: Dico Pemimpin yang Berhasil
- Sarmuji Tepis Kursi Ketua MPR Sudah Tradisi Diisi Partai Golkar