Mata Jitu
Oleh: Dahlan Iskan
.jpeg)
Inilah hotel di tengah hutan. Mungkin justru tidak punya tetangga itulah yang diinginkan orang seperti Lady Di, apalagi kala itu belum ada handphone. Juga tidak dipasangsi televisi.
Kamar-kamar Amanwana terbuat dari tenda. Tenda bintang lima. Satu kamar satu tenda. Berjauhan. Ada 17 tenda di situ.
Speed boat kami hanya melewati perairan depan Amanwana. Kami hanya bisa memandangnya dari laut. Kami masih harus terus melaju ke arah yang lebih jauh. Masih 45 menit lagi. Menyusuri pantai Pulau Moyo. Sepanjang perjalanan itu yang terlihat hanya hutan.
Di pulau ini memang hanya ada dua kampung. Berjauhan yang amat jauh. Satu di pantai yang menghadap ke utara. Satunya lagi di pantai yang menghadap ke selatan. Berbelakangan. Dipisahkan hutan lindung.
Di desa yang saya tuju ada dermaga beton. Di sebelah dermaga ada penginapan seperti losmen. Dari kayu. Seperti barak. Kami bermalam di situ. Airnya payau.
Acara kami hari itu tunggal: ke tengah hutan. Ada air terjun di situ: air terjun Mata Jitu.
Sejak sebelum berangkat kami sudah diberi tahu: kendaraan ke air terjun adalah ojek. Sepeda motor. Jalannya sempit. Jalan hutan. Licin. Meliuk. Naik turun.
Ternyata kami dapat kendaraan istimewa: Mitsubishi Colt L300 yang sudah diubah menjadi odong-odong. Bak belakangnya diisi dingklik-dingklik. Nenek tidak ikut ke air terjun. Jaga tas. Dia takut jalan ke air terjun terlalu sulit untuk lututnyi.