Mata Mustafa Sudah Rabun, Tetap Melaut Demi Enam Anaknya

Ia tak punya pilihan lain selain melaut. Pasalnya, kebun untuk bercocok tanam pun tak punya. ”Kalau tidak melaut, kita makan apa? Sementara anak saya ada enam orang," ucapnya.
Mustafa berasal dari Papua. Ia meninggalkan kampung halamannya dan merantau ke Maluku Utara belasan tahun silam.
Bertemu Marlina membuatnya memutuskan untuk menetap di Halsel dan membina rumah tangga.
Di balik beban yang selalu menghantui tidurnya, Mustafa selalu ingin meyakinkan keluarganya bahwa semuanya baik-baik saja. Kerap kali ia berkata, “Iya, nanti semua Ayah bereskan."
Meski dadanya bergemuruh kencang dan otaknya berputar mencari jalan untuk membereskan janji-janjinya.
"Saya meyakini bahwa Allah tidak akan menguji seorang hamba kecuali sebatas hamba tersebut mampu memikulnya. Itu yang tertanam dalam benak saya," ungkap Mustafa.
Berprasangka baik pada Yang Maha Kuasa-lah yang menguatkan Mustafa dan Marlina menghadapi kehidupan mereka.
Meski berat meniti hari-hari tanpa kepastian nasib, mereka yakin akan selalu ada jalan rezeki. Seperti kedatangan Komunitas Kasbi kemarin misalnya.
Mustafa Tanoi merupakan nelayan yang matanya sudah rabun. Setiap hari, ia harus memutar otak memberi makan istri dan anak-anak yang masih kecil-kecil.
- Musala Al-Kautsar di Tepi Musi, Destinasi Wisata Religi Warisan Keturunan Wali
- Saat Hati Bhayangkara Sentuh Kalbu Yatim Piatu di Indragiri Hulu
- Kontroversi Rencana Penamaan Jalan Pramoedya Ananta Toer, Apresiasi Terhalang Stigma Kiri
- Kisah Jenderal Gondrong ke Iran demi Berantas Narkoba, Dijaga Ketat di Depan Kamar Hotel
- Petani Muda Al Fansuri Menuangkan Keresahan Melalui Buku Berjudul Agrikultur Progresif
- Setahun Badan Karantina Indonesia, Bayi yang Bertekad Meraksasa demi Menjaga Pertahanan Negara