Matahari Tak Bertanya Kepadamu

Matahari Tak Bertanya Kepadamu
Matahari Tak Bertanya Kepadamu
Eh, belum 100 hari pemerintahan baru, muncul Perdagangan Bebas China-ASEAN. Ini juga "politik perekonomian". Perang antara free market dan ekonomi nasional. Ibaratnya, kita diserbu selagi sedang "tidur" nyenyak. Gugup dan gagap. Lintang-pukang.

Tapi perhatian politikus bagai luput dari kasus ini. Bayangkan apa yang terjadi jika ribuan produk China yang lebih bermutu, massif, bisa masuk ke Indonesia dengan bea 0%. Dipastikan sektor industri kita kalah bersaing, dan barangkali akan beralih menjadi pedagang, trader, sehingga lambat atau cepat akan terjadilah de-industrialisasi.

Apalagi jika politik terlalu akrobatik, dan bernafsu merebut kekuasaan. Dunia usaha akan cemas. Lalu, wait and see. Macet. Trauma masa silam berjangkit: era politik-politikan bangkit bagai zombie? Investor minggat. Devisa dan multiplier effect  terbang. Rakyat sebal. Kemudian, menangis!

Mestinya, politik itu api dan ekonomi itu air. Maka tanaklah air dengan api sehingga terhidang kopi yang aduh nikmatnya. Jangan pertentangkan. Tapi godaan politik selalu berkilauan sehingga bisa mengakibatkan panggung ekonomi semakin muram. Bahkan, lama-lama gelap tanpa seberkas cahaya.

MATAHARI tidak pernah bertanya kepadamu kapan ia terbit dan tenggelam. Tiba-tiba sekarang sudah 2010, padahal sorak-sorai kampanye Pemilu 2009 rasanya

JPNN.com WhatsApp

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News