Matinya Demokrasi

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Matinya Demokrasi
Dhimam Abror Djuraid. Foto: Ricardo/JPNN.com

Levinsky dan Ziblatt menjelaskan proses kematian demokrasi di Amerika Serikat di bawah Presiden Donald Trump pada 2016-2020 dengan mengungkap sejumlah indikasi yang terjadi di era itu. Semua indikator dan fenomena yang diungkap Zibalt terjadi di Amerika.

Namun, penelitian ini bersifat induktif yang memungkinkan peristiwa yang bersifat partikular bisa mengarah ke sifat universal yang berlaku di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.

Kematian demokrasi di Amerika di bawah Trump menjadi sindiran terhadap Indonesia. Unggahan Anies dengan buku itu di media sosial menjadi ‘’perfect timing’’ dengan kondisi Indonesia yang mengalami berbagai fenomena yang bisa mengarah kepada kematian demokrasi.

Levinsky-Ziblatt mengajukan beberapa hal yang menjadi indikasi kematian demokrasi. Di masa lalu demokrasi mati karena munculnya diktator dari kalangan militer yang memberangus demokrasi dengan kekerasan dalam sebuah kudeta.

Saat ini, diktator model baru muncul dari kalangan sipil yang memenangi kekuasaan melalui pemilu, tetapi kemudian menyelewengkan prinsip-prinsip demokrasi.

Diktator militer sudah menjadi bagian dari masa lalu. Sekarang muncul varian baru diktator sipil alias diktator partikelir. Dia tidak datang dari kalangan jenderal militer yang kuat, tetapi datang dari kalangan publik atau swasta, dan bahkan muncul dari kalangan rakyat, atau setidaknya mengaku sebagai bagian dari rakyat melalui politik populisme.

Fenomena diktator partikelir itu terjadi di Brasil dengan munculnya Jair Bolsonaro yang populis. Di Filipina muncul Rodrigo Dutarte yang menapaki karier politik mulai dari wali kota sampai menjadi presiden, dan kemudian memerintah dengan tangan besi. Hal yang sama terjadi di Peru, Polandia, dan Rusia dengan munculnya Vladimir Putin.

Putin yang sekarang mengerahkan pasukan Rusia menggempur Ukraina adalah personifikasi ‘’diktator demokratis’’ yang memenangi kepresidenan melalui pemilihan umum sejak awal 2000. Putin kemudian mengamendemen konstitusi yang memungkinkannya untuk memerintah sampai 20 tahun mendatang.

Penolakan dan komitmen yang lemah terhadap aturan demokrasi ini menjadi indikator utama matinya demokrasi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News