Mbak Titiek

Oleh: Dahlan Iskan

Mbak Titiek
Dahlan Iskan. Foto/ilustrasi: Ricardo/JPNN.com

Rasanya dia punya banyak bahan yang tidak dimiliki para pegiat medsos. Buktinya dia tahu kebiasaan Mbak Titiek sedang menyapu halaman. Dua bulan sebelum Mbak Titiek meninggal dunia hari Kamis lalu. Dalam usia 86 tahun. Bertetangga?

Baca Juga:

Tentu ada jalan kalau memang sungguh-sungguh ingin menulis tentang almarhumah. Namun dua hari terakhir saya hampir tidak punya waktu kosong.

Memang saya punya nomor telepon Mbak Titiek, tetapi tidak mungkin lagi menelepon dan mewawancarai almarhumah.

Maka saya sempat menyesali diri: kenapa tidak bisa menyanyi. Kenapa tidak bisa seperti perusuh yang tinggal di Swedia atau Denmark itu: Milwa? Kenapa saya diberi suara cempreng -seperti piring seng yang dipukul sendok bebek.

Lalu saya sadari: setiap orang punya kelebihan sendiri-sendiri. Saya diberi kelebihan bisa menulis.

Kalau ditanya pilih mana: punya kelebihan menulis atau menyanyi, saya sulit menjawab. Paling saya pilih bisa menulis dan menyanyi. Akan tetapi pilihan seperti itu tidak ada.

Apa pun Mbak Titiek harus dikenang. Dia satu-satunya seniman kita yang punya kemampuan di banyak hal, terutama dalam menyanyi dan menciptakan lagu.

Yang paling saya sukai adalah: Kupu-Kupu Malam. Lagu itu begitu manusiawi. Apa adanya. Begitu menggugat.

Saya juga ingat setiap Lebaran Mbak Titiek membuat operet Lebaran. Tampil di TVRI. Pelakunya para penyanyi cilik di zamannya.

JPNN.com WhatsApp

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News