Media Sosial Harus Menjadi Arena yang Inklusif dan Toleran
jpnn.com, BOGOR - Media sosial seharusnya menjadi ruang untuk berekspresi bebas, tetapi memilik batasan agar tidak kebablasan. Media sosial seharusnya menjadi ruang yang inklusif, toleran, dan baik.
Hal itu terungkap dalam diskusi edukasi yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) RI bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi.
Literasi digital nasional sektor pendidikan wilayah Jawa Barat bagi pelajar sekolah dasar di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (12/4).
Visual Artist & Sinematografi Zahid Asmara mengatakan media sosial menganut komunikasi dua arah.
“Kita harus tahu bagaimana membedakan mana dunia digital dan maya untuk itu perlu ada arena yang inklusif, toleransi, saling mengisi, dan melengkapi serta membangun komunikasi yang baik,” sebutnya.
Praktisi pendidikan Imam Wicaksono mengatakan dunia maya memiliki ancaman yang banyak, sehingga harus mampu membentengi diri.
Dia mencontohkan bahaya di dunia maya, di antaranya kekerasan siber, kecanduan gawai, dan perudungan, termasuk hoaks serta ujaran kebencian.
“Ketika mendapati hoaks kita harus tenang dan bijak agar segala hal dapat kita upayakan dengan baik. Jangan meneruskan berita, jangan sampai menyebar berita yang tidak jelas serta cek sumber beritanya melalui internet. Jangan asal percaya. Selanjutnya laporkan hoaks dengan menggunakan fitur report, fitur blok, dan fitur hide,” jelasnya.
Sosial media memiliki ancaman yang banyak, sehingga harus mampu membentengi diri.
- Sribufest 2024 Jadi Ajang Apresiasi bagi Freelancer Penggerak Ekonomi Digital
- Berkat Ulasan Positif Influencer, Bingxue Jadi Trending Topik di X
- Milenial Dominasi Pengguna BYOND, BSI Hadirkan Literasi Digital di Mal-Mal Jabodetabek
- Minim Popularitas, Paslon 03 Hadapi Tantangan Menjelang Hari Pencoblosan
- Program Digital Access Inggris Menjembatani Kesenjangan di Indonesia Timur
- Dukung Indonesia Fintech Summit 2024, Perusahaan Digital Rasakan Literasi Masyarakat Makin Tinggi