Meikarta
Oleh: Dhimam Abror Djuraid
Segregasi merupakan ekspresi dari kesenjangan sosial di dalam wilayah kota yang ditunjukkan dengan adanya pemisahan masyarakat di daerah permukiman tertentu karena kebijakan, perbedaan kondisi sosial ekonomi, etnis, maupun ras.
Pada masa VOC, Belanda menerapkan kebijakan politik segregasi antargolongan penduduk, untuk mengisolasi golongan satu dengan lainnya agar mudah untuk dilumpuhkan.
Belanda membagi tiga golongan penduduk, yaitu warga kelas satu yang terdiri dari warga kulit putih dan orang Eropa, warga kelas dua terdiri dari etnis Tionghoa dan timur asing, dan warga kelas tiga terdiri dari kalangan pribumi atau inlander.
Terdapat dua bentuk kebijakan politik segregasi yang dikeluarkan oleh Belanda, yaitu pemusatan pemukiman, dengan orang-orang etnis Tionghoa di pemukiman khusus yang sekarang dikenal dengan sebutan Pecinan atau Kampung Cina.
Ada juga kebijakan ‘’Passenstelsel’’ atau yang terkenal dengan sebutan kartu pass jalan.
Dengan diberlakukannya peraturan ini, orang-orang Tionghoa yang akan berpergian keluar daerah Pecinan diwajibkan memiliki kartu tersebut.
Latar belakang penerapan kebijakan ini adalah kekhawatiran Belanda terhadap gerakan pemberontakan yang dilakukan masyarakat etnis.
Pada 1740 terjadi pemberontakan oleh etnis Tionghoa yang kecewa oleh kebijakan pajak pemerintah.
Fenomena Meikarta adalah sindiran, kalau bukan tamparan, terhadap layanan publik pemerintah.
- Wamendagri Bima Sebut DPRD Bisa Dukung Target Pemerintah
- Halte Revo Resmi Diluncurkan, Dukung Fasilitas Transportasi
- Sultan Dorong Pemerintah RI Proaktif Ambil Bagian Dalam Konferensi Internasional Pembentukan Negara Palestina
- Menteri Karding Sebut Pemerintah Desa Berperan Kunci Terkait Pelindungan Pekerja Migran
- Sultan Dorong Pemerintah Evaluasi Kebijakan Terindikasi Menghambat Perkembangan Ekspansi Industri Dalam Negeri
- Pemerintah Memperkuat Komitmen untuk Pencapaian Target SDGs