Mekanisasi Sniper Pemburu Tikus
Mengapa? Petani harus membawa semaian benih itu dari rumah ke sawah. Harus ada biaya dan alat transpor.
Tiba-tiba Pak Imam Muslim, ketua Kelompok Tani Gempolan angkat tangan. Dia mengutip ide yang pernah dia dengar: pembenihan itu bisa dilakukan di sawah. Caranya: hampar plastik di sawah, lalu digelar tanah khusus di atasnya. Dengan demikian, benih yang bisa ditaruh di atas mesin planter sudah tersedia di sawah.
Memang ada kendala: kalau hujan bagaimana? Tapi, kata Pak Imam, itu bisa dicarikan peneduh.
Menanam dengan mesin memang tidak bisa ditawar lagi. Petani harus benar-benar mau berubah. Kalau menanam padi sudah bisa dilakukan dengan mesin, mekanisasi pertanian padi sudah terlaksana: bajak, tanam, penggaruk rumput, pemanen, perontok semuanya menggunakan mesin.
Yang tidak kalah menarik adalah cara memberantas tikus. Petani Tulungagung merasa apa yang dilakukan di Godean, Jogja, masih kalah dengan cara terbaru Tulungagung. Di Godean yang sudah empat tahun gagal panen, memang sudah berhasil panen kembali bulan lalu. Tapi, cara yang sama dianggap tidak efektif di Tulungagung.
Di sini petani menemukan cara terbaru: mengerahkan sniper. Penembak jitu. Senjata itu sebenarnya senjata biasa. Yang biasa untuk menembak burung. Tapi, kini dianggap sangat efektif untuk menembak tikus. Senjata itu dilengkapi sinar laser. Malam-malam sinar itu sangat jitu untuk mengincar tikus.
Kini ada 15 penembak tikus jitu di Tulungagung. Komandan detasemen khusus tikus ini: Turmudi dari Desa Sanan. Untuk setiap tikus yang ditewaskan mereka mendapat upah Rp 1.500.
Ternyata, semua kelompok tani sepakat dengan cara baru ini. (*)