Mekanisme Suara Terbanyak, Ganjal Caleg Perempuan
jpnn.com - JAKARTA - Keputusan partai-partai politik untuk menjadikan calon legislatif (caleg) peraih suara terbanyak sebagai calon jadi justru dianggap menghambat peluang kalangan perempuan untuk berkiprah di parlemen.
Hasil penelitian Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP Universitas Indonesia menunjukkan bahwa kalangan pimpinan parpol tidak memahami secara baik dan tuntas semangat afrimasi untuk meningkatkan keterwakilan minimal 30 % perempuan di parlemen sebagaimana diamanahkan pasal 53 dan pasal 55 UU Pemilu.
"Itu masih sebatas retorika dan jualan parpol untuk mendongkrak citra saja. Tetapi tidak sungguh-sungguh diterapkan dalam kebijakan internal parpol," ujar Direktur Puskapol, Sri Budi Eka Wardhani dalam jumpa pers di media center kantor KPU, Jakarta, Kamis (14/8).
Bahkan Puskapol menilai penentuan caleg jadi berdasarkan suara terbanyak seperti disepakati beberapa parpol, justru menegasikan aturan pasal 53 dan 55 UU Pemilu.
Parahnya, keharusan menempatkan satu caleg perempuan dari setiap tiga nama dalam daftar caleg justru ditafsirkan caleg perempuan ditempatkan di nomor tiga. "Atau ditempatkan di nomor enam, sembilan dan nomor seterusnya yang kelipatan tiga sehingga menutup peluang keterpilihan perempuan," ulas Wardhani yang dalam kesempatan itu didampingi anggota KPU Endang Sulastri dan sejumlah aktifis perempuan lintas parpol.
Kalaupun parpol mengadopsi ketentuan internal yang menggunakan nomor urut, menurut Wardhani, yang terjadi justru proses persaingan amat tajam antara caleg perempuan dengan laki-laki ataupun sesama perempuan. "Apalagi kalau sudah menyangkut daerah pemilihan yang menjadi basis partai," ulasnya.
Karenanya Puskapol bersama sejumlah fungsionaris bidang pemberdayaan perempuan lintas parpol meminta KPU bersikap tegas kepada parpol yang tidak mematuhi syarat keterwakilan 30 persen dalam daftar caleg yang akan diserahkan ke KPU.
"Mari kita dorong KPU dan KPU daerah bersikap tegas tentang syarat keterwakilan perempuan. KPU jangan gentar menghadapi tekanan parpol yang tidak memenuhi ketentuan keterwakilan caleg perempuan," tandasnya.(ara/JPNN)
JAKARTA - Keputusan partai-partai politik untuk menjadikan calon legislatif (caleg) peraih suara terbanyak sebagai calon jadi justru dianggap menghambat
- Minta Warga Parigi Coblos Ahmad Ali, Kaesang: Ajak Suami atau Istri, Mantan Juga
- Nana Sudjana Tekankan Kepala Desa dan Lurah Harus Netral dalam Pilkada
- Gaji Kader Posyandu di Bogor Cuma Rp 50 Ribu, Rena Da Frina Berjanji Akan Menaikkan
- Kampanye di Sulteng, Kaesang: Ahmad Ali Punya Hubungan Baik dengan Presiden & Wapres
- Lembaga Pemantau Independen Sebut Putusan Bawaslu Bojonegoro Berpihak & Tak Netral
- Bawaslu Bogor Segera Tindaklanjuti Dugaan Pembagian Amplop oleh Tim Rudy-Jaro