Merespons Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan
Melki Laka Lena: Saatnya Mencari Solusi Jangka Panjang Tentang Jaminan Kesehatan Nasional
jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi IX DPR Emanuel Melkiades Laka Lena menyoroti kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebagaimana diatur di dalam Perpres 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Melki, panggilan akrabnya, mengatakan bahwa masa pandemi dan pascapandemi Covid-19 butuh kerja sama yang erat antarberbagai komponen bangsa baik pemerintah, legislatif, yudikatif maupun semua komponen masyarakat sipil.
“Kami mendorong para pemangku kepentingan yang diatur dalam Perpres 82 Tahun 2018 segera duduk bersama mencari solusi komprehensif dan jangka panjang pelaksanaan program jaminan kesehatan nasional," kata Melki, Selasa (19/5).
Menurut Melki, hak pemerintah menerbitkan Perpres 64 Tahun 2020 sebagai produk hukum baru untuk mengisi kekosongan hukum akibat dibatalkannya Perpres 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan.
"Substansi Perpres terbaru mengenai kenaikan iuran yang mengakibatkan pro dan kontra di publik sangat bisa dipahami suasana kebatinan masyarakat sedang sulit akibat pandemi Covid-19," kata dia.
Dia menuturkan Komisi IX DPR dalam rapat dengan Kemenkes, BPJS Kesehatan dan pihak pemerintah lainnya Kemenko PMK, Kemenkeu, Kemendagri, Kemensos dalam rapat gabungan setuju kenaikan iuran kelas I dan II tetapi tidak setuju kenaikan kelas III mandiri pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP).
Untuk memastikan usulan Komisi IX DPR, Kemenkes dan BPJS Kesehatan tidak ada pelanggaran hukum, maka dibuat pertemuan oleh pimpinan DPR melibatkan petinggi Polri, Kejagung dan BPK.
"Hasilnya merestui langkah yang dilakukan secara teknis oleh BPJS Kesehatan," jelasnya.
Menurut Melki, usulan rapat maraton Komisi IX DPR dan rapat lintas komisi yang dipimpin pimpinan DPR bersama berbagai wakil pemerintah terkait kenaikan iuran sebenarnya terakomodasi hampir lengkap dalam Perpres 64 Tahun 2020 ini.
“Sayang waktu itu jajaran pemerintah khususnya yang mengurus keuangan negara tidak cepat tanggap mengeksekusi keputusan bersama berbagai otoritas legislatif dan eksekutif," kata dia.
Lebih lanjut, Melki mengatakan selain iuran, ada berbagai aspek yang penting dibahas sehingga masyarakat luas memahami secara utuh penyelenggaran jaminan kesehatan nasional.
Melki menjelaskan sila kelima Pancasila yakni Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, diterjemahkan lebih lanjut dalam Undang Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
UU SJSN dilanjutkan dengan lahirnya dua penyelenggara untuk melaksanakan jaminan sosial di sektor kesehatan dan ketenegakerjaan berupa BPJS yang diatur dalam UU Nomor 24 Tahun 2011.
“BPJS mulai beroperasi sejak 2014 dan dari kedua BPJS ini yang perlu mendapat perhatian ekstra yaitu BPJS Kesehatan," ungkapnya.
Melki menuturkan isu sentral yang selalu menyertai perjalanan dan kinerja BPJS Kesehatan yaitu kepesertaan, biaya dan manfaat pelayanan. Perpres 82 Tahun 2018 Pasal 98 tertulis tentang kesinambungan penyelenggaraan program jaminan kesehatan dilakukan monitoring dan evaluasi meliputi aspek kepesertaan, pelayanan kesehatan, iuran, pembayaran ke fasilitas kesehatan, keuangan, organisasi dan kelembagaan, regulasi.
Menurutnya, perdebatan yang selalu mengemuka dan mengundang debat publik luas dominan di aspek iuran. Monitoring dan evaluasi aspek lain tidak begitu menjadi perhatian masyarakat luas termasuk para pemangku kepentingan.
Pembahasan yang selalu menguras energi antara pemerintah khususnya Kemenkes, DPR RI melalui Komisi IX dan BPJS Kesehatan dominan berkutat di iuran.
"Aspek lain yang diatur dalam aturan ini harus dibahas secara mendalam dengan data akurat khususnya terkait kepesertaan dan manfaat pelayanan kesehatan sehingga analisa dan rekomendasi solusi lebih tepat," jelasnya.
Legislator Golkar itu menambahkan pembahasan mencari solusi komprehensif jangka panjang harus juga melibatkan berbagai pihak sebagaimana yang tertulis dalam aturan ini. Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan, Kementerian Sosial, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Bappenas, Badan Pemeriksa Keuangan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Dewan Jaminan Sosial Nasional, Otoritas Jasa Keuangan dan Pemerintah Daerah sesuai kewenangan masing masing bersama DPR Komisi IX, XI, VIII, II berdialog bersama secara intensif.
“Perlu pertemuan informal dan formal semua pemangku kepentingan mencari solusi untuk memastikan kesinambungan penyelenggaran jaminan kesehatan," paparnya.
Lebih lanjut, politikus Partai Golkar ini menuturkan catatan ini bermaksud meletakkan duduk soal penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional oleh BPJS untuk kepentingan ke depan.
Semua pihak para pemangku kepentingan eksekutif dan legislatif termasuk berbagai kelompok masyarakat sipil yang concern bisa segera duduk bersama setelah Lebaran untuk mencari solusi terbaik.
"Terbitnya Perpres 64 tahun 2020 harus jadi momentum semua pemangku kepentingan berdialog lakukan pembenahan menyeluruh penyelenggaran program jaminan kesehatan nasional," kata legislator Dapil II Nusa Tenggara Timur (NTT) itu.(boy/jpnn)
Wakil Ketua Komisi IX DPR Emanuel Melkiades Laka Lena menyoroti kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebagaimana diatur di dalam Perpres 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Redaktur & Reporter : Boy
- Cucun Hadiri Kolaborasi Medsos DPR RI dengan Masyarakat Digital di Lembang
- SHP Pemprov Bali Belum Dicoret dari Daftar Aset, Wayan Sudirta DPR Minta Penjabat Gubernur Taati Hukum
- Melly Goeslaw: Revisi UU Hak Cipta Solusi Hadapi Kemajuan Platform Digital
- Komisi III DPR Menghadapi Dilema dalam Memilih Pimpinan dan Dewas KPK, Apa Itu?
- Komisi XI DPR RI Desak Apple Bertanggung Jawab Atas Ketimpangan Pendapatan dan Investasi di Indonesia
- Problematika Penanganan Perkara Judi Online