Memampukan Sistem Hukum Ketatanegaraan Mengelola Beragam Krisis

Oleh: Bambang Soesatyo

Memampukan Sistem Hukum Ketatanegaraan Mengelola Beragam Krisis
Ketua MPR Bambang Soesatyo alias Bamsoet. Foto: Dokumentasi Humas MPR RI

Pada dua krisis politik itu, MPR masih menggengam amanat penugasannya sesuai UUD 1945 untuk menjalankan kedaulatan rakyat dengan kedudukannya sebagai lembaga tertinggi negara.

Sedangkan presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD 1945 (sebelum amandemen) adalah mandataris MPR.

Presiden wajib melaksanakan Ketetapan MPR, dan juga diwajibkan memberi laporan pertanggungan jawab mengenai pelaksanaan Ketetapan MPR.

Pascaamandemen keempat UUD 1945, MPR bukan lagi lembaga tertinggi negara yang menjalankan kedaulatan rakyat.

Per status, MPR sejajar dengan lembaga tinggi negara lainnya, namun tidak sama.

Sebab, DPR berwenang membuat undang-undang, sementara Presiden berwenang menerbitkan Peraturan Presiden Pengganti Undang-undang (Perppu).

MPR pascaamandemen tidak bisa lagi membuat ketetapan-ketetapan yang mengikat atau regeling (pengaturan yang mengikat).

Bahkan, pada momentum pelantikan presiden dan wakil presiden sekali pun, MPR tidak lagi memiliki kewajiban membuat ketetapan tentang pelantikan itu, melainkan hanya mengeluarkan berita acara pelantikan.

sistem hukum ketatanegaraan yang efektif, solutif dan komprehensif, Indonesia akan dimampukan mengelola dan mengatasi aneka krisis, termasuk krisis politik

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News