Memampukan Sistem Hukum Ketatanegaraan Mengelola Beragam Krisis

Oleh: Bambang Soesatyo

Memampukan Sistem Hukum Ketatanegaraan Mengelola Beragam Krisis
Ketua MPR Bambang Soesatyo alias Bamsoet. Foto: Dokumentasi Humas MPR RI

Sekadar pengandaian, krisis politik akan terjadi jika Pemilu 2024 tidak dapat dilaksanakan tepat waktu karena alasan kedaruratan.

Tentang penundaan Pemilu sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Pasal 431 UU ini telah mengatur tentang penundaan Pemilu.

Ditetapkan bahwa Pemilu bisa ditunda karena terjadinya kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, atau gangguan lain yang mengakibatkan sebagian atau seluruh tahapan penyelenggaraan Pemilu tidak dapat dilaksanakan.

Sudah bisa diperkirakan bahwa begitu Pemilu harus ditunda, ragam permasalahan pada aspek ketatanegaraan segera mengemuka.

Paling utama misalnya, belum tentu semua elemen masyarakat dapat menerima keputusan penundaan Pemilu. Mengelola persoalan seperti ini jelas tidak mudah. Penolakan seperti itu praktis menjadi benih krisis politik.

Kemudian, Pemilu yang tertunda berkonsekuensi pada potensi kekosongan pemerintahan jika diasumsikan pemerintah hasil Pemilu sebelumnya sudah demisioner.
Sambil menunggu hasil Pemilu untuk mendapatkan pemerintahan baru yang legitimate, haruskah Republik Indonesia dibiarkan begitu tanpa administrasi pemerintahan yang memerintah?

Krisis politik menjadi kenyataan tak terhindarkan oleh karena tidak adanya ketentuan dalam konstitusi maupun dalam perundang-undangan yang mengatur tata cara pengisian jabatan publik yang disebabkan kekosongan pemerintahan akibat penundaan Pemilu.

sistem hukum ketatanegaraan yang efektif, solutif dan komprehensif, Indonesia akan dimampukan mengelola dan mengatasi aneka krisis, termasuk krisis politik

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News