Membangun Karakter Siswa di Sekolah Melalui Puisi Esai
jpnn.com, JAKARTA - Siswa bahkan guru di sekolah semakin memiliki problem dengan karakter yang mencerminkan keberagaman, kesetaraan dan kebebasan warga negara.
Riset dari PPIM UIN Syarif Hidayatullah (2018) dan survei LSI Denny JA (2018) menemukan semakin tingginya tingkat intoleransi di kalangan siswa, bahkan di kalangan para guru.
Di luar riset itu, juga diketahui luas isu soal narkoba, pernikahan dini, apatisme atas isu lingkungan, keluarga yang patah (broken home), dan pencarian identitas diri di kalangan siswa.
Komunitas puisi esai memberikan ikhtiar. Di samping pendidikan karakter melalui agama dan Pancasila, bagaimana jika digalakkan pula pengajaran puisi esai.
Ini jenis puisi yang panjang, dengan catatan kaki, yang memberi ruang bagi drama moral yang menyentuh.
Lima dosen dan guru, dari lima pulau: Sumatra, Jawa, Kalimantan, Papua, bersama menyusun buku panduan soal puisi esai untuk sekolah.
"Sastra bukan hanya belajar karya baku para sastrawan. Sastra juga adalah ekspresi para siswa dan mahasiswa atas lingkungan sosialnya sendiri, kemarahannya, ketakutannya, kegembiraanya, harapannya," ujar Denny JA dalam rilisnya.
Menurut Denny dengan sedikit riset, fakta dan data di lingkungan sosial oleh para siswa bisa dituliskan dalam catatan kaki.
176 penyair dari 34 provinsi sudah menuliskan kearifan lokal di provinsinya dalam 34 buku puisi esai.
- Mazhab M&Q
- Denny JA Ungkap Alasan Prabowo-Gibran Bisa Menang Satu Putaran di Pilpres 2024
- Kuliah Umum Denny JA di Hari Sumpah Pemuda, Bicara soal Bahaya AI dan Hoaks di Pilpres 2024
- Denny JA: Isu Gibran Dinasti Politik Akan Basi
- Denny JA: Apa Salahnya Capres-Cawapres Usia di Bawah 40 Tahun?
- Denny JA: Politikus Harus Lebih Rileks Menilai Survei Pilpres